Tradisi Ramadan di Beijing: Dari War Takjil Sampai Pasar Malam di Niu Jie

 “Pasti susah banget puasa di China, selain sebagian besar nonis, sedih banget puasa sendirian di rantau,” kata teman saya suatu hari. Kalimat itu bukan tanpa alasan. Perkaranya dia tahu kalau di Beijing saya sendirian dari Aceh. Namun saya sangat menikmati tradisi ramadan di Beijing yang tidak saya temui di negeri saya sendiri. terutama soal war takjil sampai pasar malam di kawasan Niu Jie.

Jadi, kalau diakumulasikan antara rindu melewatkan Ramadan di Indonesia dan di China, saya lebih sangat merindukan masa-masa ramadan saat masih kuliah di Beijing. Ada getaran tertentu dan rasa syukur yang sulit saya jelaskan dengan kata-kata.


beijing
Tian'anmen, titik tengah kota Beijing
[Photo: Pexels]


Beijing Huan Ying Ni

Beijing, terletak di bagian utara negeri China. Beijing juga ibukota Republik Rakyat China yang status negaranya didominasi dengan agama Budha. Sebagai kota, Beijing termasuk kota yang terpadat di dunia. Saking padatnya, saya sangat menghindari Beijing rush hour di stasiun subway atau halte bus. Untuk manusia mageran dan kurang gercep seperti saya, waktu ini sangat tidak cocok untuk beperian.

Meskipun ibukota China, Beijing merupakan kota kedua terbesar di China. Bukan pertama, karena yang pertama adalah Shanghai. Menariknya Beijing adalah kota politik, budaya, dan pendidikan di China. Tidak heran kalau rush hour di Beijing sangat mengerikan. Pada tahun 2016, Beijing Subway dinobatkan sebagai jalur kereta bawah tanah tersibuk dan terpanjang di dunia.

Tinggal di megakota seperti Beijing membuat saya melihat kehidupan dari sisi lain. Terutama dari sisi kehidupan duniawi. Apa yang diinginkan seolah sangat gampang diwujudkan asal ada uang. Kehidupan seperti ini seringkali membuat kita sebagai manusia biasa cepat merasa lelah. Begitu pun dengan kebanyakan yang dirasakan oleh orang lain. Itulah sebabnya banyak kasus bunuh diri juga terjadi di Beijing. Tidak pandang umur.

Beruntung saya bertemu dengan orang muslim di kampus yang menarik saya dari kelelahan yang luar biasa. Lantas saya berkenalan dengan komunitas muslim, kampung muslim, perusahaan muslim, dan lain-lainnya. Di sini saya merasa sangat disambut di Beijing. Kalimat Beijing huan ying ni (Beijing menyambutmu) terasa nyata adanya.

Puasa di Beijing: Beda Musim, Beda Durasi

Kata orang berpuasa di Beijing itu berat. Orang muslimnya sedikit. Kedai makanan dibuka dimana-mana, makanan segar juga menggoda di sepanjang jalan. Belum lagi pemandangan yang berisikan aksi maksiat terpampang di depan mata.

Apa yang dikatakan orang itu benar. Saya sendiri melihat dan menjalani kehidupan berpuasa dengan melewati itu semua. Namun, saya punya pilihan lain. Membatasi aktivitas di luar asrama selama berpuasa. Sehingga saya bisa menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa juga fokus beribadah.

Setiap tahun, kondisi berpuasa di Beijing sangat berbeda dengan tempat lain di China. Bahkan di Beijing sendiri yang kotanya sangat luas juga berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Akan tetapi, ada yang sudah pasti untuk dijadikan referensi. Puasa di Beijing akan berbeda waktu dan durasinya. Beda musim, beda durasi.

Ada yang mengatakan jika puasa di Beijing sangat mudah dijalani saat musim dingin. Nggak juga, karena pada musim dingin temperatur bisa mencapai nol derajat, segala aktivitas ibadah rasanya ikut membeku.

Bagaimana dengan musim panas? Di musim panas ujiannya juga berbeda. Durasi berpuasa lebih panjang dan panasnya bisa mencapai suhu 40 derjat lebih. Belum lagi kalau keluar rumah godaan duniawi sangat menjengkelkan. Orang-orang berpakaian minim. Aroma nggak banget di subway atau bus. Ditambah lagi minuman segar selalu menjadi momok yang membatalkan di seluruh dunia.

Namun puasa di musim panas juga menguntungkan bagi yang dalam masa program diet. Durasi puasa di musim panas bisa mencapai 21 jam menahan lapar. Nah, kebayang seberapa cepat berat badan turun dengan cara yang sehat, kan?

Kebebasan Beribah di Beijing

Informasi yang disebarkan oleh media di Indonesia tentang sulitnya berpuasa di China tak jarang sampai juga ke telinga saya. Banyak teman-teman di Indonesia yang bertanya, “memangnya di China boleh puasa?”

Don’t worry. Dibandingkan dengan wilayah lain seperti Xinjiang, muslim di Beijing memiliki kebebasan beribadah yang tinggi. Untuk urusan ibadah, Beijing mendapat kebebasan yang lebih lapang dan tinggi dibandingkan dengan daerah lain.

Tidak heran, muslim di Beijing juga punya sentral muslimnya. Namanya kawasan Niu Jie yang merupakan distrik terbesar Islam di Beijing. Lebih dari 50% penduduknya beragama Islam dengan jumlah penduduknya sekitar 210.000 jiwa. Bukan hanya di kawasan Niu Jie, di kawasan lain seperti Chaoyang, Changping, dan lain-lain juga memiliki kawasan muslim. Mereka bebas beribadah dengan tenang. Bagi saya yang membuat tidak tenang justru godaan duniawi yang sangat high class.

Distrik Niu Jie

Cikal bakal Islam masuk ke Beijing bisa dikatakan melalui distrik Niu Jie. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, niu jie berarti jalan sapi. Islam masuk ke China melalui jalur sutra pada masa Dinasti Liao (916-1125). Kemudian masjid Niu Jie dibangun pada tahun 996 Masehi dan menjadi pusat keislaman pada masa itu sampai sekarang. Masjid Niu Jie menjadi masjid tertua di Beijing.


Masjid Niu Jie
Pintu masuk salah satu bagian masjid Niu Jie, Beijing
[Photo: iStock/bpperry]

Penyebaran Islam di China terjadi melalui hubungan perdagangan, perkawinan, dan asimilasi budaya. Jika masuk ke kawasan masjid Niu Jie, di sini kita akan melihat ada satu area yang merupakan makam para syeikh yang menyebarkan Islam dan menjadi pejuang Islam di Beijing.

Distrik Niu Jie terkenal sekali dengan pusatnya makanan halal, pasar, dan masjid. Menjalani puasa di distrik Niu Jie, kita akan merasakan vibe puasa yang berbeda sekali dengan di Indonesia. Suasana China-nya sangat kental. Belum lagi budaya yang berbeda, sehingga ada rasa istimewa saat bisa menjalani kehidupan sebagai muslim di negeri minoritas.

Masjid Niu Jie

Di China memiliki masjid lain seperti Masjid Dongsi, Masjid Huashi, Masjid Nan Douya, dan Masjid Douying yang terkenal lainnya. Selain itu, menurut data yang diberikan oleh pusat keislaman di Beijing, setidaknya ada lebih 60 masjid yang tersebar di Beijing. Masjid-masjid itu menyebar di seluruh kota.

Masjid Niu Jie menjadi yang tertua dan merupakan masjid yang aktif mengadakan shalat tarawih, buka puasa bersama, dan ceramah agama. Selain masjid Niu Jie, ada masjid Dongsi dan Masjid Madian yang juga sama aktifnya dengan Masjid Niu Jie. Masjid ini juga mengadakan pengajian di bulan puasa, lho.

Menu Berbuka Puasa

Menariknya lagi, restoran di kawasan Niu Jie sering menawarkan paket berbuka puasa untuk muslim yang berpuasa. Mulai dari hidangan daging sampai makanan ringan. Di beberapa resto muslim Beijing, laoban (bos pemilik toko) sering memberikan makanan gratis untuk pelajar muslim.

Nah, di bagian gratisan ini saya merasa beruntung sekali karena menggunakan hijab. Hijab sebagai identitas langsung membeberkan kalau saya adalah seorang muslim.

Pernah suatu kali saat saya berbuka puasa di resto kecil dekat kampus. Setelah memesan beberapa menu untuk berbuka, saat waktu berbuka laoban datang ke meja saya dengan dua hidangan berbuka lain yang sangat lezat. Ah, saya sampai terharu mengingat kebaikan laoban itu.

Namanya puasa di rantau, negeri orang pula. Jadi, jangan berharap ada ratusan jenis takjil yang bisa digilir masuk perut setiap harinya. Berbuka puasa di Beijing punya menu random tapi stabil setiap harinya.

Biasanya setiap tempat akan disediakan menu berbuka berupa kurma, teh panas, dan makanan khas etnis Hui. Saya paling favorit dengan yangrou chuan, sejenis sate dari daging kambing dengan bumbu rempah. Saat dibakar, daging dikombinasikan dengan lemak dan ditaburi ketumbar bubuk yang sangat banyak.


Chinese tea
Teh salah satu menu berbuka puasa di China
[Photo: iStock/luckyraccoon]


Selain itu, ada miancha (bubur tepung gandum dengan wijen dan kacang). Ada bing (roti pipih yang sangat khas China), dan sup daging kambing. Semuanya paling umum didapat selama bulan Ramadan di Beijing.

Ada yang tidak pernah ketinggalan selama Ramadan, yaitu buah-buahan. Apalagi jika berbuka puasa di Masjid Niu Jie atau masjid lainnya. Di musim panas, belasan buah semangka pasti tersedia dan dijadikan menu utama untuk berbuka.

Ada yang unik juga saat berbuka di Masjid Niu Jie dan lain-lain. Kita harus bersiap war takjil dengan para tamu lainnya. Terkadang kita harus rebutan dengan pengemis yang ikut berbuka puasa di dalam kawasan masjid. Duh, bagian ini saya selalu kalah, sih.

Pasar Malam

Usai shalat maghrib, kami akan keluar dari Masjid dan mengikuti hiburan lain di distrik Niu Jie. Kami akan bergerilya di kawasan distrik menikmati keramaian pasar malam. Dibandingkan di siang hari, bulan Ramadan di distrik Niu Jie sangat hidup.

Bagi yang doyan wisata kuliner halal, distrik Niu Jie menjadi surganya makanan. Ada kebab, naan, roti, buah kering, dan lain-lain. Bahkan beberapa resto yang terkenal dengan menu istimewanya bisa membuka antri panjang untuk mendapatkan tempat duduk.

Hikmah Puasa di Beijing

Saya merasakan banyaknya hikmah yang saya dapatkan selama bulan Ramadan dan puasa di Beijing. Perjuangan belasan jam berpuasa, godaan dunia sangat berat untuk dilalui. Mulai dari makanan segar, kehidupan sosial, sampai manusia dengan segala tingkah lakunya. Begitu waktu berbuka, seluruh hawa nafsu menimbun makanan seperti tiada artinya lagi. Hanya dengan seteguk air putih, dahaga terobati dan apa yang tadinya menggoda hilang pula kenikmatannya.


Kota terlarang
Danau di sekitar Kota Terlarang
[Photo: Pexels]

Di sini saya mulai mengambil hikmah yang besar. Bahwa dunia itu singkat, tapi menggapai akhirat itu susahnya minta ampun. Namun, sebagai manusia biasa tetap saja kita berjuang untuk mengimbanginya.

Hmm, saya jadi terpikir. Tahun depan, saya bisa berpuasa di negara mana, ya? Apa hikmah yang dapat saya ambil setelahnya.

Posting Komentar

0 Komentar