Baca Buku Sampai Traveling: Best Moment Ngeblog Bareng BPN Selama Ramadan

 Halo, Olivers? Apakah kalian pernah mendengar tentang Blogger Perempuan Network? Ya, sering juga disingkat dengan kata BPN. Ini merupakan komunitas blogger perempuan yang sangat inspirasi. Bagi saya, mengenal BPN ini punya best moment blogging tersendiri yang nggak akan habis diceritakan hanya dalam seribu kata. Mulai dari baca buku sampai traveling, BPN memberikan best moment blogging untuk saya, terutama selama bulan Ramadan.

best moment blogging
Best moment ngeblog bersama Oliverial
[Photo: Pexels]

Aku dan Niche

Best moment blogging pertama saya saat menulis blog dengan isi gado-gado. Pokoknya nulis aja dulu. Tanpa tujuan dan target. Terpenting saya punya blog, punya tulisan, dan terserah ada atau tidaknya pembaca. Saya yakin jika setiap tulisan itu akan menemukan pembacanya sendiri. Sesederhana itu.

Dari hari demi hari, kemudian saya menemukan tujuan ngeblog. Ngeblog buat saya bukan cuma soal menulis dan berbagi. Saya mulai belajar SEO dan menentukan niche blog. Sama seperti perjalanan Oliverial dan seluruh kontennya.

Blog ini pernah berisikan konten yang gado-gado banget. Mulai dari curhatan, review buku, cerpen, sampai perjalanan dan catatan kuliah. Seiring saya belajar soal blogging profesional, saya pun mulai meluruskan niche dengan lebih spesifik. Akhirnya menentukan niche book and travel. Kembali ke tujuan awal. Berhubung saya nggak bisa lepas dari tulisan gado-gado dan tidak mau mahasiswa saya mengutip konten untuk mata kuliah agak menyesatkan, saya justru membeli domain baru.

Niche lifestyle akhirnya saya sematkan untuk blog The Oliversity yang isinya dunia menulis dan gaya hidup. Di sini saya menemukan perbedaan antara konten gado-gado dan konten buku. Peminatnya jelas untuk konten gado-gado, ya. Namun ini nggak menjadi tujuan saya ngeblog. Tetap saja, keduanya punya best moment blogging masing-masing.

Event BPN Ramadan Challenge

Best moment Ramadan selanjutnya saya dapatkan setelah bergabung dengan Blogger Perempuan Network. Saya berkenalan dengan event BPN Ramadan Challenge yang memberi banyak perubahan untuk saya. Saya mulai mengikuti event BPN Ramadan Challenge pada tahun 2020, tapi tidak selesai alias tidak memenuhi syarat.

Waktu itu pandemi lagi mencekam. Hidup saya juga tak kalah mencekamnya. Saya sedang berhadapan dengan ujian hidup maha hebat untuk kondisi yang baru tiga tahun menikah, masih punya batita, baru pindah tempat kerja, menjalani long distance marriage, dan suami mengalami kecelakaan kerja. Hidup saya benar-benar kacau waktu itu.

Bergabung dengan Blogger Perempuan Network, lantas mengikuti event dengan berbagai tema berbeda setiap hari memberi energi baru bagi saya. Best moment blogging yang saya rasakan saat itu adalah menulis itu beneran menjadi penyembuh untuk saya. Writing for healing nyata adanya.

Best Moment Bareng BPN

Ada banyak best moment ngeblog bareng BPN yang saya rasakan selama beberapa tahun ini. Bahkan setiap menjelang Ramadan, saya rajin mengecek Instagram Blogger Perempuan hanya untuk menemukan satu informasi penting, event BPN Ramadan Challenge. Sudah tiga tahun pula saya merasakan manfaat dari menyelesaikan setiap tantangan.


menentukan tema dan niche
Menyesuaikan tema dengan niche salah satu tantangan untuk blogger
[Photo: Ulfa Khairina]

(1). Menyesuaikan Niche dan Tema

Namanya tantangan, tentu saja ada sesuatu yang di luar zona aman saya sebagai blogger untuk mengasah dan kemampuan menulis sesuai tema. Niche saya tentang book and travel, terkadang agak kaget ketika mendapat tema tentang trend baju lebaran. Namun saya tertantang untuk tetap menyelesaikan tulisan dengan menghubungkan keduanya, model baju lebaran dengan genre novel favorit.

Menyesuaikan niche dan tema itu gampang-gampang susah. Kalau tema yang didapat sesuai dengan niche, tentu mudah saja. Oke, gas! Nah, ketika mendapatkan tema di luar itu. Wah, saya terkadang sampai berpikir, apa bakalan nyambung jika dibuat begini dan begitu?

(2). Awal Ramadan dan Resolusi Baru

Bagi saya, awal Ramadan adalah resolusi baru dalam ngeblog. Dari BPN Ramadan Challenge, saya punya best moment untuk melirik artikel para blogger lain yang diposting di halaman BPN. Di sini, banyak penulis hebat yang menulis sesuai dengan minat dan niche yang berbeda.

Saya belajar banyak dari para blogger yang tergabung dalam BPN. Setelah beberapa kali melakukan blogwalking, saya jadi paham kenapa mereka menjadi penulis hebat, keren, dan profesional. Tentu saja, sangat berbeda dengan saya yang awalnya menulis untuk sekedar menarikan jari di keyboard.

(3). Moment Ramadan dan Editorial Plan

Momen Ramadan adalah waktu yang tepat untuk membuat editorial plan. Di sini saya akan mengembangkan beberapa topik untuk satu tema. Saya merasa hidup dengan melahirkan ide-ide dalam bentuk editorial plan. Meskipun pada akhirnya jadi tulis dan hapus. Lantas writing block.

Setiap blogger tentu punya cara untuk mengawali momen Ramadan mereka. Saat berkomunikasi virtual dengan mereka, saya menemukan diri dari sisi lain. Ada sesuatu yang membuat hidup saya lebih hidup dari sekedar hidup.

(4). Malam atau Akhir Pekan (Waktu yang Tepat Untuk Publikasi)

Best moment saya untuk publikasi di blog seringnya saya lakukan pada malam hari atau akhir pekan. Di akhir pekan, saya akan menyediakan waktu khusus untuk menyortir foto, mencari gambar yang tepat untuk dipajang di blog. Bahkan memotret untuk padanan artikel di blog.

Belakangan saya mulai mengembangkan review buku di Instagram untuk diposting di blog. Saya mulai mengembangkan perlahan dan membuat jadwal untuk menulis dan publikasi. Yah, namanya juga rencana. Seringkali apa yang sedang saya rencanakan tidak sesuai dengan kenyataan yang saya hadapi. Nikmati saja best moment-nya, ya.

(5). Setelah Mengumpulkan pengalaman Berharga

Best moment lain yang saya pilih saat menulis adalah setelah mengumpulkan pengalaman berharga. Baik itu dari perjalanan ataupun cerita pengalaman membaca saya dari buku yang menarik banget. Keduanya saya nikmati sebagai best moment ngeblog sebagai book and travel blogger.

Saat perjalanan ke Lombok pada Oktober tahun lalu, ada puluhan ide yang menggelegak dalam kepala. Saya tulis di sebuah notes ponsel untuk membuatnya abadi dan bisa dieksekusi segera. Ntah bagaimana ceritanya, deretan best moment yang ingin saya ceritakan itu justru menghilang. Lenyap tanpa bekas.

Sedih? Pasti, tapi tidak perlu diperpanjang. Karena segampang-gampangnya mencari ide dan memanggil ingatan adalah dengan cara melihat kenangan dari foto yang tercipta di ponsel. Kenangan dan cerita yang ingin ditulis, tinggal melirik foto itu saja, kan?

Best Moment Ngeblog Oliverial

Selama menjalani kehidupan sebagai tukang nulis di blog (btw, saya belum percaya diri menyebut diri blogger), best moment yang saya dapatkan bermacam-macam. Ada yang sangat absurd, ada pula yang mengandung kerandoman. Ada yang sangat indah, ada yang memalukan.


writing for healing
Best moment ngeblog bareng Oliverial
[Photo: Pexels]

Tidak semuanya selesai ditulis dengan berbagai alasan. Namun saya menyadari satu hal, untuk menjadi terbiasa kita perlu melatih. Saya melatih diri dengan menulis setiap hari dengan rentang panjang tulisan sekitar seribu kata perhari. Terkadang berat, terkadang begitu mudah. Sering juga mengalami writing block.

Di antara semua usaha untuk menghidupkan blog dan menjaga konsistensi menulis, ada satu yang tidak bisa saya lakukan dengan mudah. Promosi. Ya, promosi masuk ke bagian paling sulit dalam catatan hidup saya. Padahal ini kan salah satu cara untuk menjangkau tulisan dibaca lebih luas.

Saya begitu puas dengan jumlah pembaca puluhan orang. Meskipun sesekali saya memberanikan diri untuk membagikan ke status Whatapp. Namun ketika ada komentar yang tidak mendukung hobi saya, rasa malas langsung kembali menyerang.

Tidak sedikit yang mengolok-olok soal hobi ngeblog saya. Ada yang berkata, “diary kok dipublikasi. Simpan saja sendiri.”

Kalimat lain yang serupa, “aku punya pengalaman yang lebih seru dari ceritamu. Aku tidak menuliskannya. Padahal kalau aku tulis, aku sudah terkenal.”

Kalimat seperti ini biasanya akan saya tanggapi dengan, “iya. Tulis saja. Kita nggak pernah tahu tulisan yang mana akan memberi popularitas.” Saya anggap balasan itu sebagai bentuk motivasi diri sendiri. Si kawan yang berkomentar akan menulis, tapi hanya bertahan tiga hari. Lantas ngos-ngosan karena tidak biasa merangkai aksara.

Lebih sadis jika dihubungkan dengan dunia pekerjaan sebagai dosen. Kalimatnya bisa terdengar biasa buat orang lain, tapi buat para penulis di luar jalur akademik sepakat kalau kalimat ini nggak banget.

“Memangnya untuk apa nulis blog? Ada kum-nya? Kalau nggak ada untuk apa buang waktu? Satu jam menulis itu bisa produktif untuk jurnal, lho.”

Wow! Ngeblog dan menulis jurnal kan dua aktivitas menulis yang berbeda. Bahkan saya pernah membalas, “tidak apa-apa. Siapa tahu nanti berguna untuk akreditasi kampus.”

“Oh, itu cuma untuk dirimu sendiri, sih? Kampus nggak butuh cerita personal yang seperti itu,” jawabannya begitu.

Meski terasa nyez dalam hati, ini bagian lain dari best moment yang saya abadikan bersama Oliverial. Tidak semua mengerti, tapi tidak perlu memberikan penjelasan panjang lebar untuk orang-orang yang memang tidak membutuhkan penjelasan. Kalian setuju nggak, Olivers?

Posting Komentar

0 Komentar