Judul Buku: O, Tentang Seekor Monyet Yang Ingin Menikah Dengan Kaisar Dangdut • Penulis: Eka Kurniawan • Penerbit: Gramedia (Jakarta: 2018) • Tebal: 470 hal • ISBN: 978-602-03-2559-0
Ini
buku pertama Eka Kurniawan yang saya baca sampai tuntas. Tanpa skip, tanpa
jeda. Awalnya saya simpan sampai hampir setahun di timbunan. Nekatnya, ini buku
pinjaman pula. Hehehe, tapi saya cukup baik dengan mengembalikan buku ini dalam
kondisi mulus. Bukunya saya sampul dan memberi komentar kalau O, Tentang
Seekor Monyet yang Ingin Menikah dengan Kaisar Dangdut termasuk novel yang recommended.
Well,
jangan tanya alasan lain saya memilih novel ini sebagai
buku yang ingin dibaca. Itu karena bestie saya merekomendasikan buku ini
seperti memuji anak sendiri. Satu yang dia garis bawahi, “ini buku Eka
Kurniawan yang paling aman.”
Bagi
pembaca buku Eka Kurniawan tentu saja paham benar apa makna kata “aman” yang
dimaksus oleh kawan saya, kan? Ya, apalagi kalau bukan terbebas dari kalimat
vulgar dengan adegan ranjang dimana-mana. Meskipun tidak bisa saya munafikan,
selama mereview novel dan kerjasama dengan penulis, sangat banyak buku yang
menebarkan adegan di setiap halaman. Bahkan Eka Kurniawan masih kalah jauh.
Baiklah,
mari kita bercerita tentang O, Tentang Seekor Monyet yang Ingin Menikah
dengan Kaisar Dangdut. Kenapa monyet menjadi korban Pak Eka? Mari kita
bahas.
Bookstagram @oliverial_ |
Monyet dari Rawa Kalong
O
adalah nama seekor monyet yang keluar dari Rawa Kalong. Dari deskripsi yang
menempatkan O sebagai narator utama, bisa dipastikan bahwa O adalah monyet
betina. Dia keluar dari Rawa Kalong untuk mencari monyet jantan bernama Entang
Kosasih yang ingin menjadi manusia. Sebelum Entang Kosasih menghilang, si
monyet jantan ini kerap menceritakan mimpi mustahilnya pada O, yaitu menjadi
manusia. Monyet jantan ini terinpirasi dari pendahulu mereka yang katanya sudah
menjadi manusia.
O
lumayan kesal, dong. Bukannya membahas pernikahan antar monyet, dia malah
membahas menjadi manusia. Saat lagi sebal-sebalnya O kepada Entang Kosasih, dia
malah terjebak dalam sebuah perkelahian. Dalam pertarungan dengan polisi itu,
monyet jantan mati ditembak. Semua monyet jelas melihat jasadnya jatuh ke
tanah. Akan tetapi tidak ada yang bisa menemukan jasad Entang Kosasih di sana.
Mereka percaya jika si monyet sudah berubah wujud menjadi manusia.
Dalam
pencarian Entang Kosasih, O bertemu dengan berbagai jenis manusia. Bahkan nama
O juga diberikan oleh manusia karena mulutnya selalu terbuka membentuk huruf O.
Sejak itu dia diberi nama O dan dijadikan monyet jalanan dengan atraksi topeng
monyet.
O
menghadapi berbagai masalah hidup. Ia juga bertemu dengan seekor anjing kurus
kurapan bernama Kirik dengan kisah yang tragis. O berteman dan berbagi beban
dengan Kirik yang ternyata memang menyedihkan. Namun O tidak pernah berniat
kembali ke Rawa Kalong atau kemana pun itu. Ia lebih memilih menjadi monyet
topeng monyet peliharaan pawang yang tak jelas hidupnya.
Dalam
pencarian Entang Kosasih, O jatuh cinta pada kaisar dangdut bernama Entang
Kosasih. Tubuhnya yang berbulu dan gayanya yang sedikit norak meyakinkan O
bahwa itu monyet jantan yang berjanji menikahinya.
O selalu mencari cara untuk bertemu dengannya. Pada akhirnya, dibantu oleh Mimi
Jamilah, seorang pengamen bencong, O dapat bertemu dengan si kaisar dangdut. Tidak
disangka, pertemuan mereka sangat hambar. Tidak seperti yang dibayangkan oleh O.
Tokoh Bertaut
Selain
alur hidup O, beberapa tokoh yang saling berkaitan juga dibahas dalam novel
ini. Tentang si Sobar, polisi jujur yang senantiasa menegakkan hukum dengan
lurus, tapi punya rahasia. Dia pernah menembak seorang perempuan bernama Dara
hingga membunuh janin dalam perutnya. Janin itu anak si polisi.
Ada
Rini Juwita, seorang pecinta anjing yang hidup dengan lelaki tanpa ungkapan dan
legalitas pernikahan yang jelas. Mereka memiliki dua orang anak. Hidup bersama
tanpa pernikahan, tapi ada satu aturan dengan pasangannya. Rini Juwita dilarang
memelihara anjing.
Tentu
saja, Entang Kosasih si Kaisar Dangdut yang bergaya urakan. Menyanyikan
lagu-lagu bernilai dakwah, tapi kehidupan di belakang panggung tidak jauh
berbeda dengan kebanyakan para selebritas. Mabuk-mabukan, main perempuan, dan memasang
citra baik di depan penggemarnya.
Agama Si Kaisar Dangdut dan Realitas Sosial
Dalam
cerita ini disebutkan si kaisar dangdut dimanajeri oleh Mama Inang. Mama Inang
adalah seorang perempuan yang pandai membaca kondisi pasar dunia musik dan
kebutuhan para masyarakat. Masyarakat suka diembel-embeli dengan pesan agama
meski mereka tidak mau mengikutinya secara benar.
Mendengarkan musik dengan semangat |
Disebut
juga bagaimana kisah cinta si kaisar dengan seorang perempuan yang belum sempat
diajak berduet. Lalu dia menemukan sosok yang menyentuh sisi hatinya di telepon
melalui layanan sex phone. Mereka belum sempat bertemu karena si gadis
mengganti warna baju yang dijanjikan dan si kaisar dangdut dengan nama samaran
Romeo diserbu penggemar. Nama gadis itu sama seperti nama monyet yang ingin
bertemu dengannya, O.
Saat
membaca novel Eka Kurniawan ini, bayangan pembaca akan mengarah pada satu tokoh
publik yang cukup ternama dalam beberapa dekade. Bahkan semua serial TV yang
muncul di era popularitasnya seperti ditulis kembali ke dalam buku ini. Terasa
nyata dan benar-benar adanya setting-an dalam tiap popularitas para
selebritis tanah air.
O
bukan saja bercerita tentang monyet. Menurut saya, O lebih mengedepankan kritik
sosial yang mengistilahkan bagaimana kondisi saat ini dibalik. Binatang yang
ingin menjadi manusia, dan manusia yang berlaku seperti binatang. Dalam menulis,
seperti kebanyakan karya Eka Kurniawan lainnya, Eka Kurniawan sangat
blak-blakan. Meskipun dibandingkan dengan buku lain yang dianggap masih normal.
Eka Kurniawan, O, dan Selera Masyarakat
Banyak
yang beranggapan novel karya Eka Kurniawan terlalu mengangkat sisi vulgar dan
sisi tabu di dalam masyarakat kita. Berbeda dengan Cantik Itu Luka, novel
ini mengangkat sisi yang berbeda dibandingkan dengan novel Eka Kurniawan lainnya.
😀
Karakter yang dibangun oleh Eka Kurniawan mewakili selera semua lapisan
masyarakat pada umumnya. Sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini.
😃
Terdapat kritik sosial tentang memanusiakan manusia yang diwakili oleh hewan, O
(monyet) dan Kirik (anjing kecil berkurap).
😄
Novel ini memuat nilai-nilai moral tentang kondisi hidup manusia tentang
sandiwara hidup.
Ups, Ini Untuk Kalangan Terbatas!
Meski
sangat khas Eka Kurniawan, novel ini juga memiliki kekurangan tersendiri. Setidaknya bagi saya dan setelah ngobrol
dengan beberapa O. Kekurangan ini subjektif, makanya masuk kalimat ini untuk
kalangan terbatas! Karena apa?
😆
Pemakaian alur campuran dalam cerita yang tidak semua orang paham. Tentunya
minimal harus membaca satu bab hingga selesai untuk memahami jalan ceritanya.
Jadi tidak akan selesai sekali duduk.
😅 Ilustrasinya kurang menarik, seperti buku referensi. Dibandingkan dengan buku-buku Eka Kurniawan lainnya, novel ini ilustrasinya terlalu suram.
Rekomendasi O, Tentang Seekor Monyet yang Ingin
Menikah dengan Kaisar Dangdut
Saya
berani memberikan rekomendasi novel ini untuk Novel ini recomended untuk semua
pembaca. Khususnya pembaca pemula karya Eka Kurniawan. Sebagian besar menganggap
Eka Kurniawan menulis terlalu vulgar atau hanya mengkritik perempuan sebagai
objek yang tidak berharga.
Karya Eka Kurniawan dianggap terlalu vulgar [Photo: Pexels] |
Saya terpesona dengan alegori Eka Kurniawan tentang Kaisar Dangdut yang mirip seperti monyet. Di kampung saya, monyet kerap digunakan untuk merujuk seseorang yang melakukan sesuatu tanpa menggunakan akal. Kata-kata, “lagee bueu (seperti monyet)” sering terlontar jika seseorang marah kepada orang lain.
Nah, bagaimana? Tertarik membacanya O, Tentang Seekor Monyet yang Ingin Menikah dengan Kaisar Dangdut?i
0 Komentar