Pengalaman Pertama Terbang Bersama Batik Air

 Dalam beberapa tahun ini, dilema transportasi udara semakin menjadi perbincangan publik. Mulai dari harga tiket yang melonjak, sampai beberapa maskapai yang berhenti beroperasi setiap hari. Bagaimana tidak, pandemi mempengaruhi setiap lini kehidupan. Termasuk transportasi antar pulau yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Bekalangan, maskapai penerbangan Batik Air masuk ke bandara Aceh. Di sini, saya berniat berbagi pengalaman pertama terbang bersama Batik Air.

Kata orang, pengalaman pertama akan meninggalkan kesan yang baik untuk siapa saja. Semoga saja, tulisan ini bisa menjadi referensi bagi Olivers yang ingin terbang bersama Batik Air.

Batik Air
[Photo: Nabire.net]

Harga Tiket Tidak Murah

Memang benar, membeli tiket pesawat itu ada waktu dan harus rajin ngecek. Saya tidak membantah itu. Namun penerbangan saya bersama Batik Air kali ini karena tugas dinas yang izinnya keluar mepet juga. Sehingga harga tiket yang saya dapatkan waktu itu lumayan tinggi, Rp 2,6 juta dari Banda Aceh ke Jakarta. Lumayan, ya!

Tidak salah jika orang Aceh lebih memilih liburan ke Malaysia, Thailand, atau Singapura saja. Harga tiket pesawatnya enam kali lebih murah. Solusi lainnya, jika terbang ke Jakarta dari Aceh, transit dulu di Kuala Lumpur. Harganya lebih murah sedikit. Namun butuh waktu yang lebih panjang dan menurut saya lebih ribet jika tidak ada tujuan di Kuala Lumpur.

Untuk mendapatkan harga tiket penerbangan yang murah, harus rajin ngecek setiap waktu. Bisa gunakan halaman resmi atau aplikasi perjalanan seperti traveloka atau tiket.com, kok. Catat dan amati juga harga standar tiket selama sebulan agar bisa menetapkan harga yang sesuai dengan anggaran. Harga tiket tidak murah, tapi mendapatkan yang lebih murah bukan tidak mungkin.

Check In Online

Datang ke bandara lebih cepat untuk check in boleh saja. Namun sekarang semua sistemnya sudah online. Semuanya dilakukan dengan teknologi. Jadi, sebelum bertemu dengan petugas di meja check in, pastikan sudah check in online. Waktu itu saya lupa check in online. Kirain bisa sekalian ngedrop bagasi saja.

Check in online
Lakukan check in di malam hari
[Photo: Pexels]


Setelah sekian lama antri, saya terpaksa harus keluar barisan untuk check in online dulu. Memang ada petugas yang berdiri di dekat meja konter dan membantu check in. Akan tetapi, sepertinya tampang saya lebih canggih dibandingkan penumpang lain. Sehingga si petugas mengutamakan penumpang lain untuk ‘dibantu’. Eh, atau karena penumpang lain itu lebih muda dan masih gadis, ya? Sementara saya emak dua anak yang kelihatan sudah berumur.

Sebagai pelajaran berharga ke depan, sebaiknya memang check in online dulu malamnya. Tujuannya agar nggak dapat bangku di area belakang. Alasan saya nggak check in online karena biar barengan dengan teman lain yang berangkat bareng. Agar kami dapat bangku berdekatan. Ternyata bukan check in online yang berpengaruh, tapi nomor tiket. Jika pembelian tiket dalam satu nomor e-ticket, baru mendapatkan bangku yang berdekatan atau sederet.

Penerbangan Ba’da Subuh

Pengalaman saya terbang bersama Batik Air untuk pertama kali lumayan terburu-buru. Saya harus mengejar penerbangan ba’da Subuh. Saya harus bangun sebelum empat pagi, lalu langsung berkemas dan berangkat ke bandara. Saya sangat mengikuti aturan untuk check in dua jam sebelum boarding pass. Hahaha.

Tahukah kalian, ternyata Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh di hari saya terbang baru beroperasi pada pukul setengah enam. Namun langsung hectic. Saya mendirikan shalat subuh di bandara. Tidak sarapan dan tidak membawa makanan apapun. Saya terbang dengan perut kosong karena penerbangan ba’da Subuh memang sangat terburu-buru.

Batik Air yang saya tumpangi waktu itu terbang ke Jakarta pada pukul tujuh pagi. Kalau Olivers punya jadwal penerbangan Subuh, jangan lupa bawa bekal meski hanya sepotong roti, ya. Apalagi kalau punya riwayat lambung.

Penerbangan Langsung

 Untungnya menumpang maskapai Batik Air ini merupakan penerbangan langsung dari Aceh ke Jakarta. Meskipun lumayan membosankan karena tidak ada yang bisa ditonton dari fasilitas pesawat, tapi lumayan ada inflight magazine yang tersedia di sandaran kursi.

Meskipun nggak tergolong begitu lama, penerbangan bersama Batik Air terasa lama untuk saya. Saya sampai menamatkan inflight magazine yang tersedia di sandaran kursi.

Kalau Olivers tipe pembosan dan tidak suka terlihat menganggur, bisa banget bawa buku sendiri dari rumah. Kalau ingin nonton, mungkin storage-nya bisa diisi dengan film yang akan ditonton terlebih dahulu. Jadi, tidak ada alasan bosan saat penerbangan langsung yang lumayan lama.

Kudapan Sangat Sederhana

Saya sudah mulai jarang melewatkan sarapan. Apalagi sejak tiba di Banda Aceh perut belum diisi dengan benar. Kesibukan menenangkan anak yang mulai drama nggak mau ditinggal, packing, dan kurang tidur. Makan juga terlupakan. Saat pagi berangkat ke bandara juga belum sempat makan apapun.

Saya sangat berharap ada makanan yang disediakan oleh maskapai yang saya tumpangi. Meskipun teman seperjalanan saya meyakinkan kalau ada kudapan sangat sederhana yang diberikan, saya tetap merasa khawatir itu tidak terjadi. Memang benar adanya, para penumpang diberikan kudapan sangat sederhana. Air mineral kemasan seukuran gelas dan roti ukuran kecil.

Air mineral
[Photo: Pexels]

Kondisi saya yang kelaparan tentu nggak bisa menerima kebaikan ini. Serius, saya nyesal nggak beli sesuatu di bandara. Ditambah lagi saat mencium aroma makanan  tetangga di kursi sebelah. Hm, enak banget. Perut semakin meronta memalukan.

Turun Jalur Bawah

Kebanyakan penumpang memang turun jalur bawah atau lewat pintu belakang. Hanya nomor dengan angka kecil yang keluar dari pintu depan. Saya nggak ingat apakah ada pintu depan yang langsung terkoneksi dengan bandara atau tidak. Namun saat naik ke pesawat, semua penumpang yang nomor bangkunya dua digit masuk lewat pintu belakang atau turun jalur bawah dulu. Baru naik ke dalam pesawat.

Setelah turun dari pesawat, kita nggak langsung ke dalam bandara. Kita naik shuttle bus dulu bebepa menit, baru masuk ke bandara.

Pengalaman Pertama Tanpa Foto

Biasanya, sesuatu yang dilakukan untuk pertama kali selalu ada bukti foto. Tidak dengan saya, kali ini pengalaman pertama tanpa foto meski memorable dan saya simpan di artikel ini. Pasalnya beberapa foto saya saat turun maskapai Batik Air semuanya ngeblur. Ada yang bagus satu saja, tapi latarnya bukan pesawat Batik Air. Hanya sepasang pasangan muda yang hendak berbulan madu. Pose mereka membuat posisi saya seperti perusak pemandangan.

[Photo: Pexels]

Jadi, Olivers, pastikan kalian sudah bersiap lebih matang daripada yang saya lakukan sebelum terbang bersama maskapai Batik Air, ya. Maskapai ini nggak buruk, kok. Terbangnya lumayan mulus, tapi memang cuaca lumayan labil saat saya terbang. Itu pun terbangnya tanpa kendali. Alhamdulillah!

Posting Komentar

0 Komentar