“Kak Ulfa nulis thriller? Wah, gila ini!” teman saya pernah berkomentar begitu. Biasanya yang mereka tahu saya lebih doyan menulis romance. Ngehalu dengan kisah asmara imajinatif, apalagi jika menempatkan Joseph Zeng sebagai cast tokoh cowok fiksinya. Wah!
Memang agak mengherankan kalau saya menulis
thriller bagi sebagian orang. Apalagi postingan saya itu belum naik buku-bukunya
Keigo Higashino, Agatha Christie, Gosho Aoyama, dan nama-nama yang terkenal
menulis kisah thriller. Etapi, ini bisa dijelaskan, kok. Tidak naik, bukan
berarti tidak pernah membaca. Saya hanya belum sempat menempatkannya saja di
katalog visual Instagram saya. Itu saja penjelasan sederhananya.
Purnama Malam Ganjil di halaman web Cabaca [Photo: tangkap layar] |
Well,
balik
lagi soal cerita thriller itu. Thriller yang dimaksud adalah novel berjudul Purnama Malam Ganjil di aplikasi Cabaca.
Novel itu memang dimasukkan dalam genre thriller oleh editor dan redaksi Cabaca
tanpa paham dengan alasan apa. Padahal saya pikir itu justru horor, lho.
Thriller,
Misteri, dan Horror
Jika tidak jeli memperhatikan plot cerita, kita
seringkali terkecoh antara genre thriller, misteri, dan horor. Penulis kerap
menggabungkan ketiga genre ini dalam kisah yang mereka ciptakan. Seringnya ketiga
genre ini tidak bisa berdiri sendiri. Setidaknya dua diantaranya pasti akan
saling melengkapi. Baik itu thriller dan misteri, misteri dan horor, horor dan
thriller. Tidak jarang penulis juga menggabungkan ketiganya. Purnama Malam Ganjil menggabungkan
antara thriller dan horor.
Ketiga genre ini sebenarnya ada bedanya, lho. Menurut
pengertian yang dikumpulkan oleh komunitas Kubu Setengah Tujuh, novel horor itu
novel yang menegangkan dan membuat pembacanya berdebar-debar. Berhubungan dengan
mistis, makhluk-makhluk gaib dan berbau supranatural. Sementara novel misteri
jenisnya lebih rumit dipenuhi teka-teki yang harus dipecahkan. Biasanya disukai
pembaca karena membuat rasa penasaran dari awal sampai akhir. Sedangkan novel
thriller kerap mengandung unsur misteri dan kejahatan pembunuhan atau adegan
berbahaya, dan sejenisnya. Novel yang membuat pembaca tegang karena rentetan kejadian
yang mengerikan.
Fakta
Dalam Cerita
Cerita ini sebenarnya berdasarkan kisah nyata
ketika saya mengikuti Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) yang setara dengan KKN
di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara. Sejak berada di sana, saya sudah menuliskan
catatan harian selama 45 hari melakukan pengabdian. Bahkan saya menuliskan
dengan detil setiap apa yang saya lihat. Bisa dikatakan saya melakukan riset
dengan metode observasi dan wawancara sekaligus.
Ternyata menulis kisah mengerikan tidak semudah
menceritakan kisah cinta berdasarkan pengalaman sendiri. Tulisan ini saya
pendam cukup lama. Lebih satu dekade memendam
cerita dalam kepala, tapi bayangannya tidak pula terlepas dari ingatan. Beberapa
kali ide cerita akan saya tulis untuk mengikutkan lomba, tapi ternyata tangan
dan pikiran saya belum bisa diajak kompromi untuk melakukannya. Sampai akhirnya
ia berjodoh dengan Cabaca.
Cerita ini beneran berdasarkan kisah nyata, tapi dibumbui
dengan fiktif untuk menampilkan sisi dramanya. Sebagian nama tempat tidak saya
ganti, tapi lokasi utama yang menjadi setting
cerita itu sudah berganti nama. Ritual aneh yang dilihat oleh Mia itu benar,
tapi kejadian Mia berlari keluar itu fiktif.
Nah, soal tokoh-tokohnya. Ada nama-nama yang
mirip, tapi bukan nama aslinya. Saya memilih nama-nama tersebut karena
karakternya memang cocok dengan penokohan yang saya bangun di situ. Kematian ada,
tapi bukan dari kelompok besar kecamatan dengan saya. Berbeda dengan dalam
cerita, dia termasuk tokoh yang dekat dengan Mia.
Ada yang menyebut kalau Mia ini saya, tapi bukan. Namun
beberapa kejadian yang saya alami itu saya berikan untuk tokoh Mia demi
menghidupkan tokohnya. Ada beberapa kejadian aneh yang dialami oleh Mia, itu
benar adanya, kecuali adegan terbang dengan Arya Wijawi. Itu fiktif. Tokoh Arya
pun fiktif banget. Sebuah cerita tanpa bumbu kisah cinta rasanya hambar kan,
ya.
Pangeran Lantang, aktor Indonesia yang punya perawakan cocok memerankan Arya Wijawi. [Photo: Search by Google] |
Saya teringat The
Red Palace yang baru terbit di awal tahun 2024. Meski itu thriller, tapi percikan
asmara antara Hyeon dan Seo Eun Jin itu terasa di akhir. Kehadiran novel ini menjadi
jawaban dari keraguan saya terhadap Purnama
Malam Ganjil. Apakah sudah cocok dengan genre ini atau belum.
Untuk ending
cerita ini, sudah pasti fiktif. Makanya agak lawak ketika ada pembaca yang
mengatakan kalau Mia ini adalah saya. Meskipun saya tidak bisa membantah
pikiran pembaca. Perlu diketahui, saya tidak menikah dengan dosen pendamping
lapangan saat KPM. Waktu itu juga beliau sudah menikah. Saya menikah dengan
senior saya di organisasi kemahasiswaan. Hahaha (silahkan ikut tertawa).
Fiksi
Adalah Tujuan
Saya sangat senang ketika akhirnya novel ini
terbit dan diminati oleh pembaca. Bahkan ada yang mengontak saya melalui Whatapp
untuk membuat sekuel atau spin off
dari Purnama Malam Ganjil. Sampai saat
ini, tulisannya belum terwujud. Baru tersedia outline-nya saja.
Novel ini bisa dikatakan lumayan menarik
perhatian. Pernah dilirik oleh sebuah production
house yang doyan menayangkan film hantu. Karena beberapa pertimbangan, tidak
jadi difilmkan. By the way, ini sebuah
pencapaian bagi saya dalam menulis cerita.
Perpanjangan
Kontrak
Kabar baiknya, novel ini sudah perpanjangan
kontrak selama lima tahun lagi. Jadi, kontraknya akan berakhir pada tahun 2028.
Sampai tahun itu, semua pembaca bisa membaca Purnama Malam Ganjil di Cabaca. Manfaatkan jam baca nasional untuk
membuka buku dengan gratis tanpa kerang, ya. Nikmati sensasi menegangkan pada
tiap adegan pengacau logika. Tersenyumlah pada setiap adegan manis perlakukan Ustaz
Sukri dan Arya yang bersaing mendapatkan Mia. Jangan kaget juga dengan ending
yang kebanyakan tidak sesuai harapan.
Penasaran? Jangan tunggu sampai kontrak habis baru
kecarian. Ayo, manfaatkan waktu luang sambil scrolling tiap bab Purnama Malam
Ganjil.
0 Komentar