Dear, My Time: Waktu yang Tepat Sebelum Terlambat

 Judul: Dear, My Time • Penulis: Diyan Yulianto • Penerbit: Shira Media (2022) • Tebal: 148 hal • ISBN: 976-623-97263-2-4

--o0o--

Pertama kali membuka segel buku ini, saya langsung merasa ini buku yang saya butuhkan saat ini. Iya, meski sudah hidup lebih dari tiga puluh tahun perkara berbagi waktu itu bukan hal yang mudah. Terutama untuk beberapa hal yang harus dikerjakan berbarengan. Terlebih untuk aktivitas yang rutin dilakukan, tapi menuntut konsistensi dalam melakukannya.

Kata orang, untuk membuat diri konsisten itu nggak perlu buku khusus yang menuntun. Percaya nggak, sih? Meski tidak perlu buku, tapi kita butuh pegangan saat mulai oleng? Inilah yang coba ditawarkan oleh penulis dalam buku Dear, My Time. Pegangan untuk mengelola waktu kalau sewaktu-waktu pikiran mulai ke sana sini.

Waktu adalah Pedang

Bukan cuma Ipar adalahMaut, tapi waktu juga maut dengan istilah waktu adalah pedang, kapan saja bisa menebas. Ada juga yang mengatakan waktu itu uang, karena kemiskinan berawal dari membuang-buang waktu. Melalaikan waktu yang sudah diberikan kepada manusia sebanyak 24 jam sehari.

Buku Dear, My Time lebih kurangnya berisikan soal ini. kita diingatkan kembali untuk mengelola waktu, manajemen waktu, ingat waktu. Pokoknya all about time dan printilan hidupnya ada di sini.

Penulis menggambarkan dampak yang jelas bagi pembacanya. Bagaimana melalaikan waktu bisa merusak segalanya. Termasuk konsisten yang sudah kita bangun susah payah, jika suatu hari kita lalai mengelola waktu, maka saatnya say good bye untuk pada pencapaian.

Apa yang disampaikan penulis cukup merata, tidak terkecuali masa-masa yang terjebak dalam pikiran seperti trauma masa kecil. Terjebak dengan trauma masa kecil sering mengarahkan manusia pada pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa. Ujung-ujungnya jadi overthinking. Overthinking ini yang membuat manusia menghabiskan waktu pada hal-hal yang nggak bertujuan atau malah merusak tujuan hidup.

Ada pula bagian yang membahas soal cara merealisasikan rencana. Selama ini kebanyakan dari pembaca memang membuat banyak rencana, tapi jarang yang terealisasikan semuanya. Termasuk saya. Di buku Dear, My Time justru dikatakan untuk tidak membuat to do list yang panjang. Cukup satu atau dua rencana saja dalam sehari, tapi dikerjakan dan selesai. Apa yang selama ini kita tulis untuk dikerjakan sebenarnya hanya sebatas pada keinginan. Daftar keinginan yang kita buat untuk mengambil tindakan tanpa berpikir soal waktu saat ini.

Berani Berkata Tidak

Bukan sekedar pegangan untuk hidup, buku self improvement ini sebenarnya cukup collectable dan layak dimiliki setiap orang. Terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya dan berpikir bagaimana mengelola waktu. Daripada terlewati percuma untuk hal yang nggak jelas, bukannya lebih mending dikelola menjadi produktif dan bermanfaat, ya. Tidak bermafaat untuk orang lain, tapi bermanfaat untuk diri sendiri.  Biasanya kalau bermanfaat untuk diri sendiri, maka untuk orang lain sudah pasti juga lebih bermanfaat.

[Photo: Pexels/Eniko Toth]

Buku ini membuka wawasan kita soal waktu-waktu yang terbuang percuma. Termasuk di dalamnya cara menghargai waktu dengan berkata TIDAK untuk memenuhi permintaan-permintaan orang lain. Kita tidak boleh selamanya merasa nggak enakan dengan orang-orang di sekeliling kita. Susah berkata TIDAK justru awal dari banyaknya masalah pengelolaan waktu untuk diri sendiri.

Ya, berani berkata tidak ternyata bukan saja bentuk dalam menghargai diri sendiri, tetapi juga menghargai waktu yang harus kita jalani. Manusia tidak sepenuhnya hidup untuk orang lain, tapi juga untuk diri sendiri. Sebagai khalifah di bumi, manusia memang dituntut untuk menjadi pembimpin bagi dirinya sendiri terlebih dahulu. Lagi-lagi waktu adalah kunci yang bisa membuat manusia itu mampu menjadi pemimpin bagi diri sendiri.

Recommended Untuk Semua

Dear, My Time ini tidak begitu tebal, tetapi berisi nilai-nilai nasehat yang sarat dengan pengembangan diri. Terkhusus untuk pembaca yang masih abai dengan waktu. Dear, My Time sangat recommended untuk dibaca. Karena perkara waktu bukan saja soal kerugian. Manajemen waktu soal kepribadian yang spesial dimiliki oleh setiap orang.

Membaca Dear, My Time membuka wacana berpikir saya tentang banyak hal. Khususnya pertanyaan besar saya tentang mengapa belakangan keteteran waktu. Ternyata ada masalah dengan definisi waktu yang saya pahami. Dear, My Time recommended untuk mereka yang masih bingung dalam manajemen waktu. Juga untuk yang gagal move on dengan masa lalu.

Tidak ada gading yang tak retak, pepatah ini juga berlaku untuk buku Dear, My Time. Satu yang kurang dari buku ini, yaitu cara manajemen waktu lebih produktif secara detil. Penulis seperti kelewatan menjelaskan bagian ini untuk pembacanya. Padahal dengan adanya pembahasan ini, Dear, My Time akan lebih menarik. Saya yakin, bab ini juga dinantikan oleh pembaca lain, bukan saya saja. Nilai menghargai waktu bagi setiap orang berbeda dan kita membutuhkan pegangan untuk itu.

Saya sebagai pembaca percaya bahwa belum terlambat untuk memulai menghargai dan memanajemen waktu. Selalu ada waktu yang baru untuk tiap memulai hari dan mengelola waktu.

Posting Komentar

0 Komentar