Mia, Dari Tukang Baca Hingga Tukang Tulis

 Simiati Nurwakhidin, begitu nama panjangnya yang saya tahu. Namanya cukup populer di kalangan para bookstagram, terutama pada tahun 2018-2020. Saat penerbit dan penulis gencar mencari book reviewer dan melakukan book tour. Nama ini kerap muncul di kolom komentar sebagai bentuk mendaftarkan diri.

Awalnya, saya tertarik pada namanya yang unik. Apalagi saat perkenalan Mia kerap menyebut, “boleh panggil Simi, boleh panggil Mia.” Saya tertarik memanggilnya Mia, selain lebih cocok dengan perawakannya, juga terdengar manis dan elegan. Suitable dengan karakter Mia yang ceria, enerjik, dan tegas.

[Photo: Tangkap layar dari Intagram @simiati_nw]


Kami saling mengenal di komunitas buku Gerakan One Week One Book, sebuah komunitas buku yang menerapkan sistem reading challenge menamatkan satu buku dalam seminggu. Bacaan Mia luas, tidak terlalu peduli pada estetika foto, terpenting isi. Berbeda dengan kebanyakan bookstagram yang mengedepankan nilai estetik, tapi soal isi lain lagi.

Bacaan-bacaannya dominan romance dan diposting di akun @simiati_nw kerap menjadi rujukan para pecinta kisah manis dunia anak muda. Mia pernah memberi alasan di salah satu obrolan grup, “hidup udah banyak yang perlu dipikirin. Bacaan jangan menambah ruwet pikiran.”

Begitulah Kak Mia, sapaan saya setiap bertemu di dunia Whatapp. Kami kerap membahas hal-hal yang random. Mulai dari komunitas literasi ABC sampai hiruk pikuk di dunia bookstagram yang kerap terjadi tanpa diduga. Di saat para bookstagram mempertanyakan apa yang terjadi, Mia sering muncul tiba-tiba dengan satu kesimpulan jleb tapi banyak benarnya.

“Hidup perlu keseimbangan. Kalau selama ini semua berjalan baik-baik saja, masalah memang datang untuk menyeimbangkan,” kata Mia pada suatu momen saat kericuhan plagiasi di kalangan bookstagram.

Lulusan sarjana  Pendidikan Luar Sekolah dari Universitas Pendidikan Indonesia ini cukup lincah meloncat ke sana kemari untuk mengisi waktu luangnya. Melihat Mia, sepertinya hampir tidak ada celah waktu yang sia-sia dalam sehari. Di samping pekerjaannya sebagai guru, Mia juga sibuk mengurus balita lucu menggemaskan bernama Atala. Di sela mengurus anak dan suami, Mia juga bergabung di berbagai komunitas membaca. Memperluas pertemanan dunia maya, meningkatkan skill, serta hidup produktif seperti sudah menjadi dunianya.

Wanita kelahiran Juli ini ternyata tidak hanya eksis sebagai bookstagram. Dia juga aktif menarikan jemari di atas keyboard dan mengelola rumah konten bernama Jelajah Mia, sebuah blog yang menceritakan perjalanan penjelajahannya di dunia aksara. Melihat sepak terjangnya di dunia literasi, mungkin para pembaca banyak yang bertanya-tanya, gimana sih caranya membagi waktu?

Ekskul Dunia Medsos

Melihat sepak terjang Mia memang tidak heran kalau bisa mendapatkan award tiga tahun berturut-turut sebagai consistent reader Gerakan One Week One Book pada tahun 2021-2023. Segala aktivitas yang disebut ekskul itu ternyata berbuah prestasi untuk karirnya di bidang literasi. Mia juga terpilih sebagai 10 Submission Tercepat Challenge Kraft Crolette 2022.

Semua kesuksesan karir digital yang disebut Mia sebagai ekskul tentu saja tidak terlepas dari dukungan keluarga kecilnya. Anak sebagai mood booster dan stress healing ketika berada di rumah. Ada suami yang selalu siap mengulurkan tangan untuk menggandeng Mia kapanpun dibutuhkan.


Mia bersama motivatornya, suami dan Atala
[Photo: SS dari ig @simiati_nw]

“Kalau suami patriarki banget, aku pasti sudah baby blues dan bourning out parah,” kata Mia pada sebuah wawancara tertulis melalui Whatapp. Di sini semakin yakin kalau semua aktivitas Mia di dunia medsos memang erat kaitannya dengan dukungan keluarga kecilnya yang bahagia.

Mia mengaku tidak membagi waktu secara khusus dan mendetil seperti harus melakukan ini pada pukul sekian. Dia menjalani kehidupan seperti halnya kehidupan memberinya arti. Mia memiliki prinsip skala prioritas, apa yang lebih prioritas untuk dilakukan, maka akan dilakukan.

Tentu saja, di antara seabrek kegiatan yang menyita waktu, menyusun jadwal dan mengatur strategi seringkali bertolak belakang dengan real life. Di sini pula setiap orang membutuhkan partner yang berperan, bukan baperan. Otherwise, ekskul di dunia medsos nggak akan berjalan baik, dong.

JelajahMia

Selain tukang baca buku, saya tidak tahu kalau Mia juga tukang tulis. Sampai suatu hari saya nggak sengaja terlempar ke profil Whatapp Mia. Di sinilah saya melihat link bertuliskan Jelajah Mia. Langsung saya klik dan taraaa!!! Ada harta karun tersembunyi di balik haha hihi Mia di dunia perbukuan.

Jelajah Mia merujuk pada arti “inilah blog saya.” Arti ini ditulis Mia dengan jelas di blognya, Segala Hal Tentang Jelajah Mia. Mia mengharapkan dari kata jelajah akan menjadi harapan sebagai tempat untuk berkeliling dunia dengan tulisan-tulisannya. Sungguh harapan yang mulia, ya.

Ada tiga di dalam Jelajah Mia, yaitu Jelajah Mia, SiteMap, dan Topik Bacaan. Topik bacaan terdiri dari lima katagori yaitu jelajah hidup, fiksi, ulasan, kuliner, ulasan, dan tips. Tidak heran, niche lifestyle yang diusung oleh Mia memang tidak jauh dari interest-nya pada buku, musik, makanan, rebahan, dan kucing. Sesuai dengan tagline dari Jelajah Mia: pelajari, latih, lakukan.

Mia suka mempelajari hal-hal baru. Tidak heran, saya banyak menemukan nama Simiati Nurwakhidin di beberapa ruang online yang berbasis peningkatan skill digital atau pengembangan literasi. Se-excited itu beliau bertemu dengan ilmu-ilmu yang bisa meningkatkan kualitas dirinya.

Saya pernah bertemu dengan Mia di sebuah komunitas buku yang mengharuskan anggotanya untuk mengikuti membaca dengan sistem maraton. Kami juga sering berdiskusi tentang buku yang kami baca setelahnya. Aktivitas berkualitas yang luar biasa dan kami menyukai itu.

Mia di Mata Vy

Selain Mia, saya mengenal Vy dari komunitas literasi yang sama. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Vy di halaman Literavy: Rumah Pikiran, Vy menulis tentang Mia dengan judul Kak Mia MyGhibah Partner. Di artikel ini, Vy juga bercerita tentang bagaimana dia mengenal Mia. Cara perkenalan mereka lebih kurang nggak jauh beda dengan cara kami berkenalan. Bedanya Mia menjadi admin di OWOB, sementara saya setia dengan status member biasa. Satu lagi kelebihan Mia yang wajib diacungkan jempol.

Di mata Vy, Mia yang disapanya dengan Kak Mia memang memiliki positive vibe dimanapun dia berada. Bahkan Vy sangat mengenal Mia seperti dapat menebak apa saja yang akan dilakukan Mia dengan segala kerempongan kesehariannya. Seperti kalimat, “berdasarkan my sotoy opinion, kayaknya sebentar lagi labelnya akan nambah seputar kehamilan dan parenting, deh. Mengingat saat ini Kak Mia sedang berbadan dua tetapi masih tetap rajin ikut-ikutan kelas sana sini.”

See? Seenerjik itu. Di saat para bumil kebanyakan bermanja menikmati privelege menantikan kelahiran anak pertama mereka, Mia lebih memilih upgrade diri dengan meningkatkan skill menulisnya. Bukan hanya menjadi tukang baca dan posting di Instagram, Mia juga merambah menjadi tukang tulis yang merambah dunia blogging.

Komunitas ODOP

Jika menulis ibaratnya permata yang harus diasah terus untuk menunjukkan kilaunya, maka bergabung di komunitas adalah salah satu cara untuk mengasah permata agar semakin indah. Mia memilih bergabung dengan ODOP pada tahun 2021 untuk mengasah potensi pada dirinya terlihat semakin berkilau. Membangun personal branding agar tidak hanya sebagai bookstagram, tetapi juga sebagai blogger.

Waktu itu Mia merasa membutuhkan aktivitas untuk mengisi waktu dan membunuh pikiran-pikiran negatif. Maklum lah ya, tahun 2021 itu pandemi masih terasa, new normal menjadi rutinitas baru yang membuat negative thinking. Mia menyadari hidup harus tetap berjalan meski orang-orang banyak yang mulai putus asa. Media di televisi bukan lagi menyajikan informasi, tapi info basi bagi penikmat televisi. Jika ada tujuh cara dalam tujuh hari untuk melewati hidup, mengikuti OPREC ODOP adalah salah satunya.

Terhitung mulai tahun 2021 hingga sekarang, tentu banyak peran yang dilakukan oleh Mia untuk diri sendiri dan ODOP. Pada masa kepengurusan Jihan Mawaddah, Mia bertugas sebagai tim keuangan dan fundrising. Tugasnya menghimpun dana dan mengelola keuangan untuk kegiatan. Mia juga bertugas mengumpulkan sumber daya dari anggota ODOP lainnya untuk kegiatan ODOP yang berjalan. Apa yang terkumpul digunakan untuk membiaya program agar visi misi dan tujuan ODOP berjalan hingga akhir kepengurusan.

Nah, untuk tahun ini di OPREC ODOP tahun 2024, Mia juga mendapatkan amanah menjadi penanggung jawab di grup kecil bernama Oosthaven. Tentu pengalaman menjadi penanggung jawab grup juga super nano-nano. Namanya juga beragam manusia berkumpul di sebuah kelompok, ya. Bahkan ketika berhadapan dengan orang-orang yang nyebelin, Mia menanggapi dengan santai kayak di pantai.

"Dinikmati sebagai hiburan saja. Namanya juga di fase tertekan mengejar deadline dan lulus sebagai anggota. Jadi, yang tertampilkan bagi orang lain itu menyebalkan," kata Mia. Mia berharap agar semua calon member baru yang mengikuti OPREC lulus hingga akhir dan ditunggu di grup Whatapp anggota resmi. 

Mia sendiri mengakui ada pengalaman yang bikin happy dan nyebelin selama menjadi anggota ODOP. Terutama ketika open recruitment seperti sekarang berlangsung. Bagi Mia, pengalaman paling nyebelin itu terjadi pada tahun 2023. Akan tetapi, Mia nggak menjelaskan detil yang membuat dia sebal pada tahun itu. Hanya sebuah emoicon tertawa ngakak. Hmm, saya nggak yakin ini the real nyebelin, sih. Pasti ada kocak-kocaknya. Tentu saja ada yang membuat Mia bahagia pada OPREC angkatan kesembilan. Katanya bisa sangat konsisten menulisnya, apa yang terjadi waktu itu belum tentu bisa dilakukan sekarang.

Apa yang dilakukan oleh Mia mengingatkan saya pada peatah Cina yang berbunyi, “pekerjaan satu tahun bergantung pada perencanaan di musim semi. Pekerjaan satu hari bergantung pada perencanaan di pagi hari.”

Posting Komentar

2 Komentar