Assalamu’alaikum Baitullah: Cinta Sejati Khadijah dan Muhammad

 "Begitulah tangan Tuhan bekerja. Mempertemukan yang mustahil bertemu, sebab baginya semua sangat mudah, semudah mempertemukan Adam Hawa di Jabal Rahmah."

(Assalamu’alaikum Baitullah, Asma Nadia, hal. 328).


[Photo: Ulfa Khairina]

--o0o--

Judul Buku: Assalamualaikum Baitullah! • Penulis: Asma Nadia • Penerbit: Republika (Jakarta: April 2024) • Tebal: 462 hal • ISBN: 978-623-279-227-2

--o0o--

Khadijah Amira merasa dikhianati. Suaminya diduga selingkuh dengan salah satu manajer cabang restoran mereka. Dia bertekad bunuh diri di salah satu jembatan layang kota Jakarta. Di saat hatinya mulai ragu, ada tangan yang menolongnya. Di saat yang sama pula, dia melihat seorang gadis remaja yang akan melakukan hal sama dengan dirinya. Gadis bernama Sarah Aisyah yang diperkosa dan merasa masa depannya tidak akan pernah sama lagi.

Amira mengalami masa-masa sulit, dicampakkan dan diceraikan suaminya. Dia juga mengidap tumor di rahim yang menyebabkan keguguran, bayi yang dinantikannya selama lima tahun dan menjadi pembenaran suaminya selingkuh. Ibunya meninggal dunia, ayahnya tidak peduli dan memilih tinggal dengan istri mudanya tanpa menganggap Amira masih ada.

Bertemu dengan Sarah membuat keduanya saling bergantung sama lain. Sarah merasa menemukan sosok kakak kaya raya seperti halnya Khadijah RA. Sosok yang menjadi panutan kedua perempuan diambang kekacauan hidup jika tidak bertemu satu sama lain.

Muhammad Barra bertemu Khadijah kedua kalinya saat dia membuat janji dengan calon klien di restoran Pram, suami Amira. Bukannya bertemu dengan klien, dia melihat Amira mengalami kekerasan dari suaminya dan pingsan. Dia pendarahan dan Barra mengantarnya ke rumah sakit.

Pertemuannya tidak disangka, mereka bertemu di Baitullah. Terkadang mereka beribadah bersama. Kepribadian Amira semakin membuat Barra semakin terkesan dengan wanita yang menjadi panutan perempuan muslim di dunia ini. Diam-diam dia mulai mencari tahu tentang Amira dan berniat meminangnya menjadi pasangan hidup.

Trauma yang dialami oleh Amira tidak membuatnya mudah membuka hati untuk lelaki manapun, termasuk Barra. Kegigihan Barra hanya dianggap semangat anak muda untuk memperjuangkan cinta janda kaya yang kerap terjadi di zaman modern. Penolakan Amira memantik semangat Barra untuk memantaskan diri menjadi pria mapan agar setara bersanding dengan Amira.

Di saat perjuangannya hampir berhasil, kejutan lain muncul. Amel muncul di antara mereka dengan nama Sekar. Gadis yang menjadi teman sekamar Amira di Jeddah. Gadis yang mengaku umrah untuk lari dari perjodohan dan malah jatuh cinta pada Barra, calon tunangan yang dipilihkan keluarganya.


[Photo: Ulfa Khairina]

Amel tidak selugu yang mereka lihat saat di Baitullah. Amel ambisius dan menghalalkan segala cara untuk mncapai apapun yang diinginkannya. Termasuk melupakan jasa Amira yang menjadi sosok kakak sekaligus pendampingnya di Baitullah. Selama Barra menjadi miliknya, dia rela menyingkirkan Amira dengan cara apapun. Cara yang membuat Barra semakin yakin untuk tidak menerima Amel sebagai ibu dari anak-anaknya.

Pertemuan di Ujung Maut

Pertemuan antara Barra dan Amira bisa dikatakan unik. Setiap saat Amira sudah di ujung maut, selalu ada Barra yang mengulurkan tangan untuk menolong Amira. Begitupun dengan Amira dan Barra. Setelah mendorong Barra menjauh dan memutuskan rujuk dengan Pram, Amira memutuskan tidak menikah dengan Pram karena Barra kecelakaan.

Di saat Barra kehilangan kepercayaan diri karena vonis lumpuh pasca kecelakaan yang diciptakan oleh Pram, Amira datang sebagai penolong. Menjadi sosok saudagar Khadijah yang menjadi penolong di jalan perjuangan Muhammad.

Adik Kesayangan Berkarakter Aisyah ra

Sarah Aisyah adik angkat Amira sejak kejadian bunuh diri. Dia sosok yang cerdas seperti gambaran Aisyah ra. Mereka berteman akrab, melebihi keluarga sekandung. Aisyah di sini tidak digambarkan dengan gambaran yang detil. Interaksi antara Aisyah dan Khadijah digambarkan hanya melalui media komunikasi. Menelepon.

Di bagian ini saya merasa kurang mendapatkan kedekatan yang sudah jelas diceritakan mereka sebagai kakak adik yang sangat dekat. Jika hubungannya dijelaskan da dideskripsikan seperti Barra dan Amira, mungkin kekuatan Aisyah sebagai tokoh pendukung dan menjadi sosok Aisyah di antara mereka akan terlihat lebih kuat.

Amel Sekar Arinda, Seleb Manis Berhati Iblis

Di awal penulis memperkenalkan Amel, saya merasa mendapatkan seseorang yang akan menjadi tokoh antagonis dalam cerita ini. Begitu penulis memunculkan dia dengan sosok Sekar setelahnya, rasa cerita menjadi nano-nano. Amel dan Sekar adalah sosok yang sama dengan karakter yang benar-benar bertolak belakang.

Jahatnya maksimal sekali. Tidak tahu berterima kasih dan menyebalkan. Di kepalanya hanya ada Barra. Apapun yang berkaitan dengan Barra dan menghambatnya untuk mendapatkan Barra akan disingkirkan.

Amel atau Sekar juga bukan sosok yang tulus. Saat tahu Barra kecelakaan dan terancam lumpuh, Amel dan keluarganya langsung memutuskan untuk tidak melanjutkan pertunangan. Padahal ibu Barra dengan elegannya berkunjung ke butik Amira untuk menjauhkan Amira dan Barra demi Sekar. Demi menjaga persahabatan ibu Barra dengan ibu Sekar.

Membaca Rasa Umrah

Membaca buku ini seperti sedang berada di Baitullah. Ikut umrah dengan travel yang sama dengan Barra dan Amira. Barra seperti muthawwif yang memandu pembaca untuk berada di sana dan mendampingi ibadah. Pengetahuan Barra tentang sejarah yang abadi di Baitullah ikut terserap untuk pembaca, bukan untuk Amira saja.


[Photo: Pexels]

Dari buku ini juga, saya jadi banyak tahu bahwa banyak tempat-tempat di haramain tidak semuanya women friendly. Sebagian ada yang hanya diperbolehkan untuk laki-laki saja. Di sini, Barra melakukan video call untuk menunjukkan tempat-tempat itu untuk Amira. So sweet banget, ya.

Kisah Cinta Khadijah dan Muhammad

Jelas sekali kalau cerita ini terinspirasi dari kisah cinta Khadijah dan Muhamamd. Khadijah yang seorang perempuan mandiri, kaya, dan tangguh disematkan pada karakter Khadijah Amira. Sosok yang suka menolong, cerdas, tulus, dan amanah juga disematkan kepada Muhammad Barra. Kisah cinta mereka manis, tapi nggak menye-menye.

Dua Sisi dari Novel Islami Assalamualaikum Baitullah

Setelah sekian lama, saya baru membaca lagi karya Asma Nadia pada buku ini. ekspektasi saya tinggi. Sebagaimana buku-buku karya Bunda Asma Nadia lainnya semasa saya masih remaja. Pesantren Impian, Rumah Tanpa Jendela, Koran Gondrong, dan lain-lain. Tentu saja, dengan judul yang sangat tergolong unik dan kisah yang manis. Novel ini menjadi satu dari favorit saya.

Sayangnya, meski novel ini sangat layak disandingkan dengan novel yang dibaca maraton, tapi ada informasi dan kalimat berulang di sini. Seolah-oleh pembaca lupa apa yang dilakukan oleh Amira di awal cerita. Jumlahnya tidak sedikit, akan lebih cocok jika membaca buku ini dengan cara mencicil satu bab satu hari. Sehingga informasi yang mungkin terlupa akan muncul kembali.

Sejarah yang dipaparkan dengan dialog antara Barra dan Amira menjadi poin lebih untuk kekerenan novel ini. Sebagai pembaca kita tidak dipaksa untuk mengingat sejarah, tetapi diberi pemahaman tentang sejarah itu sendiri. Singkat, mudah dipahami, dan melekat dalam ingatan.

Hmm, tentu saja yang teristimea muncul dalam hati setelah membaca novel ini. Saya jadi merindukan Baitullah, padahal belum pernah menjejakkan kaki ke sana. 

Posting Komentar

2 Komentar

  1. selalu suka cara penyampaian review mba yang detail, makasih bnget udah ngasih spoiler, buku yang jadi targetan buat beli. awalnya maju mundur buat baca wkwkw, tapi liat blog mba, fixs harus beli sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mba Marisa. Semoga Mba juga menyukai buku ini. Dan bisa merasakan cinta Barra kepada Amira. Hehehe

      Hapus