Assalamualaikum bestie study and travel!
Apakah selama bulan Ramadan kalian merasa kurang healing? Jangan, dong. Karena
bagaimanapun keadaannya membahagiakan diri sendiri itu sebuah keharusan. Kalau
merasa selama bulan Ramadan ini nggak bisa jalan-jalan karena keadaan, maka
destinasinya yang harus diubah. Kita lakukan wisata masjid, yuk!
Sudah bukan rahasia lagi kalau di Indonesia banyak
sekali masjid-masjid yang indah dan mempesona. Tidak medti jauh-jauh ke luar
daerah, kok. Lihat saja ddi lingkungan sekitar. Pasti ada masjid yang
bersejarah dan indah juga di kota kita kan?
Masjid Raya Baiturrahman setelah pemugaran. [Photo: Shutterstock/R.A Karamullah] |
Tidak ketinggalan di Aceh yang dijuluki kota
seribu masjid oleh sebuah media asing asal Singapura, Channel News Asia. Aceh juga memiliki ratusan masjid yang indah bak
istana. Salah satu masjid yang paling terkenal dan keindahannya tersohor hingga
ke mancanegara adalah Masjid Raya Baiturrahman. Masjid ini sejak dulu dikenal
sebagai tempat ibadah dan destinasi wisata Islami bagi seluruh pelancong dari
penjuru dunia.
Sepintas
Sejarah
Masjid Raya Baiturrahman juga dikenal dengan
Masjid Kesultanan Aceh. Ia merupakan masjid bersejarah yang dibangun pada tahun
1879. Bukan sekedar tempat ibadah, Masjid Raya Baiturrahman merupakan simbol
dari agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan, dan nasionalisme rakyat
Aceh. Sejak masa kesultanan Aceh, Masjid Raya Baiturrahman merupakan landmark kota Banda Aceh. Apalagi
setelah bencana tsunami tahun 2004 meluluhlantakkan Aceh, Masjid Raya
Baiturrahman semakin menjadi ikon tak terlupakan.
Masjid Raya Baiturrahman asli pertama kali
dibangun pada tahun 1612 pada masa Kesultanan Iskandar Muda. Ada juga sejarah yang mengatakan kalau Masjid
Raya Baiturrahman yang asli pertama kali dibangun pada tahun 1292 oleh Sultan
Alaidin Mahmudsyah. Masjid Raya Baiturrahman pada masa itu berfungsi sebagai
masjid kerajaan dengan struktur bangunan menampilkan atap jerami
berlapis-lapis.
Masjid Raya Baiturrahman dalam sejarah [Photo: Wikipedia] |
Ketika kolonial Belanda menyerang Aceh pada 10 April
1873, Masjid Raya Baiturrahman berubah fungsi sebagai benteng pertahanan.
Rakyat Aceh menyerang pasukan Belanda dari dalam masjid. Pasukan Belanda tak
kalah garang, mereka membalas dengan menembakkan suar ke atap jerami masjid.
Akibatnya masjid terbakar dan seluruh kegiatan ibadah dipindahkan ke Masjid
Baiturrahim di Ulee Lheu.
Pada tanggal 9 Oktober 1879, Jenderal Van Swieten
membangun kembali masjid tersebut sebagai permintaan maaf dan meredam kemarahan
rakyat Aceh. Belanda ini snagat ciut nyalinya ketika melihat kemarahan rakyat
Aceh. Makanya masjid yang dibakar dalam penyerangan langsung dibangun kembali
dengan dalih hadiah untuk rakyat. Pembangunan kembali dibangun pada tahun 1879.
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Teungku Qadhi Malikul Adil yang juga
diangkat sebagai imam pertama Masjid Raya Baiturrahman. Masjid Raya
Baiturrahman selesai pada 27 Desember 1881 pada masa Sultan terakhir Aceh,
Muhammad Daud Syah.
Awalnya masyarakat Aceh menolak untuk beribadah di
Masjid Raya Baiturrahman karena dibangun oleh Belanda. Rakyat Aceh tidak mau
menerima barang pemberian musuh. Akan tetapi, sekarang Masjid Raya Baiturrahman
sudah menjadi masjid kebanggaan rakyat Aceh.
Simbol
Nasionalisme
Kalau kata orang rakyat Aceh tidak nasionalisme
dan tidak cinta NKRI. Ini tidak sepenuhnya benar. Masjid Raya Baiturrahman juga
menjadi bagian dari simbol nasionalisme orang Aceh dan kecintaan terhadap
Indonesia.
Pada awal pembangunannya, Masjid Raya Baiturrahman
hanya memiliki satu kubah dan satu minaret. Kubah dan minaret baru ditambahkan
pada tahun 1935, 1957, dan 1982. Pada tahun 1957, kubah dan minaret ditambah
dua dan totalnya sampai selesai menjadi lima kubah dan minaret yang
melambangkan pancasila di Aceh. Hingga saat ini terdapat tujuh kubah dan
delapan minaret di Masjid Raya Baiturrahman. Minar di Masjid Raya Baiturrahman
adalah yang tertinggi di Aceh.
Masjid
Raya Baiturrahman, Dulu dan Kini
Sebelum bagian taman dipugar, di pintu masuk
sebelah kiri yang berdampingan dengan Pasar Aceh terdapat sebuah pohon kelumpang.
Di bawah pohon tersebut ada sebuah monumen yang menunjukkan bukti sejarah
perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda. Di tempat monumen itu dibangun, ada
seorang jenderal Belanda yang ditembak mati. Sayangnya, saat masjid dipugar
lebih mewah bukti sejarah itu pun lenyap. Bukti Johan Harmen Rudolf Kohler yang
terbunuh pada 14 April 1873 pun seketika lenyap oleh modernisasi.
Masjid Raya Baiturrahman sebelum pemasangan payung-payung ala Masjidil Haram [Photo: Search by Google] |
Meskipun tampilan sepintas di Masjid Raya
Baiturrahman saat ini seperti Masjidil Haram di Mekkah dengan payung-payung
besar mengembang, tetapi ornamen Masjid Raya Baiturrahman merupakan gabungan
dari beberapa negara. Gerbang utamanya menyerupai gaya klasik rumah Belanda.
Serambi masjidnya bergaya arsitektur masjid-masjid di Spanyol. Hamparan luas
lantai ruangan utama dilapisi marmer dominan putih dari Italia dan China. Pintu
sekat bagian tengah bergaya arsitektur India dan kaca patri dari Belgia.
Masjid Raya Baiturrahman yang baru dirancang oleh
arsitek asal Belanda bernama Gerrit van Bruins. Dia juga berkonsultasi dengan
Snouck Hurgronje. Gaya arsitektur masjid menggunakan gaya Mughal yang dicirikan
dengan kubah dan minaret seperti bangunan Taj Mahal di India.
Dulunya, halaman Masjid Raya Baiturrahman masih
tanah dengan rumput hijau membentang seperti permadani. Ada pohon-pohon kurma
yang ditanam di sana dan pernah berbuah juga. ikan-ikan yang dipelihara di
kolam masjid menjadi atraksi khas untuk rakyat yang mengunjungi Masjid Raya
Baiturrahman. Kemakmuran dan kejayaan terlambang jelas dari Masjid Raya
Baiturrahman yang megah ini.
Seiring perjalanan waktu, Masjid Raya Baiturrahman
lebih terlihat mewah. Bukan saja sebagai tempat ibadah, tapi juga tempat
wisata. Masjid Raya Baiturrahman menjadi ikon dari destinasi wisata religi di
Aceh.
0 Komentar