Di belahan bumi manapun, momen paling ditunggu setelah perjalanan perkuliahan yang panjang adalah wisuda. Hal yang sama juga terjadi di Beijing, ibukota negara Tiongkok. Sama seperti di Indonesia, wisuda juga merupakan momen sakral yang tidak ingin dilewatkan oleh para pencari ilmu. Termasuk saya. Usai sidang tesis, rasa lega dan tenang menjalari jiwa, seperti aliran air penyegar dahaga.
Tapi
berbeda dengan di Aceh, setelah sidang mahasiswa langsung tahu kapan perkiraan
wisuda dan dimana mahasiswa bisa menyewa toga. Di Tiongkok, khususnya di kampus
saya, setelah sidang tidak langsung diumumkan kapan wisuda berlangsung. Terlebih
lagi wisuda di Tiongkok dilaksanakan setahun sekali. Tentu saja jumlah mahasiswa
yang akan wisuda membludak.
Penyewaan
toga pun menjadi ajang bisnis yang menjanjikan. Uniknya, mahasiswa Tiongkok
membeli toga di situs belanja online taobao, situs paling populer di kalangan
warga Tiongkok. Selain tidak perlu meninggalkan rumah, para pembeli juga bisa
melakukan tawar menawar dengan sistem chatting dengan si penjual. Harga toga
pun beragam, tergantung kualitasnya.
Pembeli
boleh membeli satu set toga ataupun hanya bagian tertentu saja, seperti kerah
selempang, topi, baju, atau dasi kupu-kupu bagi yang memakai kemeja formal. Warna
yang dijual di taobao dan disediakan oleh fakultas tak akan berbeda. Di Indonesia,
warna toga tergantung kampusnya, beda kampus beda warna. Di Tiongkok, warna
toga justru tergantung pada tingkat pendidikan yang ditempuh.
Toga
yang dalam bahasa Mandarin disebut xuetufu
atau yantufu memiliki warna berbeda,
sesuai dengan jenjang diselesaikan wisudawan. Warna hitam diperuntukkan untuk
lulusan S1, biru untuk S2, dan merah untuk wisudawan S3.
Hal
lain yang membedakan untuk tiap jenjang pendidikan adalah warna kerah selempang
yang dihiasi bunga peony. Warna putih untuk lulusan kesehatan (kedokteran),
kuning untuk teknik, merah jambu untuk liberal
art dan humaniora, hijau untuk pertanian, abu-abu untuk sains, dan merah
untuk hukum. Saya memakai toga biru dengan kerah selempang menjuntai ke belakang
warna merah jambu. Tanpa harus bertanya, masyarakat Tiongkok bakal tahu bahwa
saya lulusan dari fakultas mana dan tingkatan gelar yang mana.
[Photo: Pexels] |
Harga
toga yang dijual secara online pun cukup masuk akal. Bisa dikatakan sangat
murah. Bahkan lebih murah dari harga yang dijual di kampus atau di toko sekitar
kampus. Harga yang dijual secara online setara dengan satu porsi makanan di
rumah makan muslim. Secara online, harga termahal tidak sampai Rp 200 ribu. Toga
yang didapat kualitasnya cukup bagus. Jika harga di bawah seratusan ribuan atau
bahkan hanya 50 ribuan juga tersedia di toko online. Tentu saja dengan kualitas
yang sederhana.
Mahasiswa
asing yang tidak mendapatkan toga atau kesulitan mendapatkan toga di kampus dan
tidak berniat menyimpan sebagai kenang-kenangan akan membeli dengan harga
termurah. Lalu dijual lagi kepada generasi selanjutnya atau diberikan secara cuma-cuma.
Mudahnya
mendapatkan toga secara online memberi kemudahan bagi mahasiswa lokal. Biasanya,
setelah sidang mereka akan membeli toga secara bersama-sama untuk menghemat
ongkos kirim (jika memerlukan ongkos kirim) dan mengabadikan foto-foto pre-graduation di sekeliling kampus
untuk kenang-kenangan.
Pada
bulan Mei sampai akhir Juni, pemandangan di kampus penuh dengan orang-orang
yang mengenakan seragam wisuda. Momen foto pre-graduation
sangat berharga bagi mahasiswa lokal. Banyak di antara mereka yang menyewa fotografer
profesional untuk mendapatkan foto bagus. Sesi foto pre-graduation juga memberikan rizki kepada mahasiswa jurusan
fotografi atau media studies lainnya
yang berbakat di bidang foto dan mencari uang jajan tambahan dengan memotret
wisudawan.
Kelompok
mahasiswa yang tidak kuliah di jurusan media atau satu angkatan memakai jasa
fotografi angkatan lain untuk mengabadikan kebahagiaan mereka. Bagi sang
fotografer sendiri, selain tambah pengalaman dan meningkatkan keahlian, juga
tambah pemasukan. Umumnya untuk satu sesi pemotretan sang fotografer dibayar
hampir satu juta rupiah. Ini tarif termurah dan harga nego untuk sesama
mahasiswa media.
Di
sisi lain, warna toga memudahkan siapa saja untuk mengindentifikasi lulusan jurusan
tertentu. Tidak perlu bertanya jurusan atau jenjang gelar yang sudah diperoleh.
Cukup dengan melihat toga yang dipakai saja, kita langsung tahu dia lulusan
apa.
-o0o-
Ulfa
Khairina
adalah mahasiswa
master jurusan International Journalism and Communication pada Communication
University of China, melaporkan dari Beijing, Tiongkok. Tulisan ini
dipublikasikan di rubrik Citizen Reporter Harian Serambi Indonesia pada tanggal
30 Juli 2016.
0 Komentar