Sudah banyak sekali pembahasan terkait dengan puasa. Jika dilakukan pencarian dengan google, hanya dalam hitungan sekian detik, ratusan sampai ribuan artikel yang ditulis selalu memberi pilihan untuk pembaca. Berbagai sudut pandang disajikan. Dari sekedar obrolan di kolom komentar sampai tafsiran dari sudut pandang religi.
Semua
gampang saja dicari. Termasuk di dalamnya tentang tips menjalani puasa saat
pandemi. Tinggal tanya Om Google saja, ia dengan senang hati memberi jawaban
akurat. Perkaranya bukan soal solusi yang diberikan, tapi bagaimana kesadaran
pelakunya melewati puasa di masa pandemi. Ini bukan perkara mudah, lho. Apalagi
pada tahun 2022 ini harga barang pokok seperti lomba panjat pinang. Semuanya meninggi
seolah tak tergapai.
Saya
pun yakin, jika ada bazar sembako murah emak-emak akan memenuhi bazar tanpa
peduli situasi. Tidak peduli sedang berpuasa atau omicron sedang merajalela. Selama
mendapatkan dua liter minyak goreng dan sekilo gula untuk bertahan selama bulan
puasa, masa jadi penonton saja?
[Photo: Pexels] |
Secara
teori, mungkin inilah saat yang tepat untuk mempraktekkan makna puasa yang
berarti menahan. Bukan saja menahan haus dan lapar. Kita juga sedang diuji
dengan kehadiran virus baru bernama omicron. Katanya gejalanya mirip sekali
dengan flu biasa, bahkan sembuhnya juga cepat. Namun kalau memiliki kesempatan
menyerang untuk membutuh, omicron ini sama seperti perampok. Selain merampas
imun, ia juga mengakhiri kehidupan.
Menahan
diri bukan saja tidak makan minum, lantas begitu ada bazar murah ikut ngantri
sampai emosi. Setan pun terlepas dari belenggu dan lebih dahsyat menggoda untuk
meningkatkan emosi. Tanpa sadar puasa kita menjadi sekedar menahan lapar dan
haus saja. Iman kita sudah ambruk.
Di
sisi lainnya, kondisi berdesak-desakan tanpa menghiraukan salah satu prokes
juga membuat virus akan menyebar dengan cepat. Kondisi berpuasa akan membuat
badan kurang fit jika tidak dibarengi dengan pola makan yang benar. Alhasil imun
goyah dan pertahanan pun menjadi sasaran empuk si virus. Bukan saja goyah iman,
imun pun melemah.
Berpuasa
selama pandemi juga bukan cerita baru bagi penduduk dunia. Khususnya di
Indonesia dan lebih khusus di Aceh. Meskipun ada larangan berbuka puasa bersama
di tempat terbuka dan mengundang keramaian, sepertinya Surat Edaran (SE) itu
seperti selebaran sedot tinja yang ditempel di tiang-tiang listrik kota saja. Dilewati
tanpa niat dibaca sama sekali.
Apa
yang salah dengan puasa selama pandemi? Tidak ada yang salah. Berbuka puasa
bersama selama bulan Ramadhan juga sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia
di belahan mana pun. Di dalam kelompok manapun itu, berbuka puasa bersama
adalah bagian keseruan puasa itu sendiri.
Prokes
yang ditetapkan untuk puasa aman selama pandemi pun seperti artikel hiburan
para artis. Diingat, tapi tidak diikuti. Komunikasi verbal yang disampaikan
dalam bentuk SE dan berbagai media luar ruang tidak efektif untuk masyarakat
sekarang. Masyarakat terlalu lelah menjalani puasa dengan berbagai aturan
tambahan. Tidak heran, pelanggaran yang selama ini terlihat selalu terlihat
seolah negeri kita sedang baik-baik saja.
[Photo: Pexels] |
Secara
pribadi saya memilih tidak banyak keluar selama puasa. Memang benar, ini bukan
puasa pertama dalam kondisi pandemi. Akan tetapi rasa parno saya masih sangat
tinggi. Saya merasa perlu menahan diri dari segala godaan untuk ikut buka puasa
bersama di sana sini, grup ini itu, dan agenda tambahan lain yang diikuti
dengan agenda buka puasa bersama.
Meskipun
banyak orang yang berkata bahwa selama berpuasa imun tubuh meningkat otomatis,
saya tidak berpendapat demikian. Salah satu alasan yang saya berikan kepada
orang-orang adalah anak-anak. Ya, anak-anak. Saya memiliki anak-anak yang
selalu menunggu di rumah. Kondisi saya drop akan berdampak pada anak-anak,
walaupun hanya sekedar demam biasa.
Puasa
pada masa pandemi tahun ini tentunya kita lebih siap dengan segala kemungkinan
dan persiapan. Bukan saja secara imun, kita juga memiliki strategi meningkatkan
keimanan sebagai hamba-Nya. Berbeda dengan pandemi pada tahun pertama yang
membuat kita was-was dan didera ketakutan luar biasa sebagai seorang hamba.
0 Komentar