“Belanja apa di hari konsumen kemarin?” pertanyaan ini membuat saya planga plongo sejenak. Kemudian baru tersadar yang dimaksud dengan hari konsumen adalah tanggal 15 Maret. E-commerce orens memberikan diskon besar-besaran untuk beberapa produk dan voucher ini itu demi kelancaran check out.
Saya?
Tentu saja belanja. Bukan karena embel-embel hari konsumen itu. Kebetulan
pakaian anak saya sudah mengecil dan di salah satu official store produk favorit sedang diskon. Tiga pasang cuma
ditebus Rp 100 ribu. Emak-emak mana yang tidak goyang imannya melihat tawaran
menarik ini? Saya pun langsung borong dua paket diskon dan mendapat potongan
harga lagi.
Di
hari konsumen itu saya mendapat potongan ongkir pula. Ditambah dengan status
keanggotaan saya yang sudah level Gold, tanpa mengurangi rasa hormat mereka
memberikan tambahan potongan voucher lainnya. Total saya belanja baju anak jauh
lebih murah dibandingkan hari biasa dan toko di kota domisili saya bekerja.
[Photo: Ulfa Khairina] |
Tanpa
menyalahkan para official store yang
membuka lapak di Shopee, saya kembali tergoda dengan beberapa kosmetik di
keranjang yang bertuliskan embel-embel hanya
hari ini dengan harga awal dicoret sedemikian rupa. Pembenaran alasan untuk
belanja akhirnya tercapai. Padahal beli bukan karena butuh tapi karena diskon
dengan pembenaran, “saya belum punya lipstick warna ini. Kebetulan sekali
memang sedang cari warna ini. lumayan banget diskon sampao sepuluh ribu.”
Pembenaran
itu muncul dari lubuk hati terdalam terhadap suatu produk yang konternya tersebar
hampir di seluruh super market di kota-kota Indonesia. Nama mereknya juga
dipakai untuk nama warna yang sedang ngehits belakangan. Saya membeli dan saya
bahagia. Apalagi fasilitas keanggotaan saya memberikan berbagai macam potongan.
Jatah yang harus saya bayarkan setelah dipotong ini itu kembali terpotong
karena ada voucher cashback 50%.
Huhuhu, nikmat mana lagi yang saya dustakan?
Begitulah
e-commerce di bulan Maret bekerja. Bukan saja mendisrupsi toko-toko kecil
sepanjang pertokoan di kota kami, tapi juga mendisrupsi tabungan manual yang
disimpan di bawah baju. Ya, karena si orens menawarkan berbagai metode
pembayaran. Kalau rekening kosong untuk transfer, top up Shopee Pay, atau nggak punya waktu ke Indomaret, mereka
punya cara lain untuk memberi kenyamanan berbelanja. Bisa Cash On Delivery (COD) untuk yang malas keluar untuk pembayaran ke
Indomaret atau pay later untuk yang budget belanja sudah darurat.
Semua
yang dilakukan oleh pihak e-commerce tidak salah, sih. Mereka melakukan
komunikasi bisnis dengan cara pendekatan psikologi para wanita peminat diskon.
Setiap bulannya menggoda dengan diskon pada angka kembar, kemudian menawarkan
peningkatan check out untuk kenaikan
level keanggotaan. Waktunya dibatasi pula, dan akan diberitahu pada waktu yang
mulai mendekati expired agar kitanya
kalap belanja.
Awalnya
saya berusaha tidak terpengaruh. Iya, sama sekali tidak terpengaruh. Bulan ini
saya berencana hanya membeli flashdisk
saja. Siapa sangka akhirnya baju anak, jilbab, dan buku di official store berlomba memberikan harga termurah. Akhirnya saya check out lagi dan berhasil
mempertahankan keanggotaan di level gold.
Sekarang mereka sudah menggoda untuk menaikkan ke level platinum. PLA-TI-NUM.
“Kamu
seboros itu, Fa?” pernah juga ada yang bertanya seperti ini. Oh, tidak! Tenang
saja, saya tidak seboros itu saudara-saudara. Mungkin para tetangga kerap
melihat saya kedatangan paket hampir setiap minggu. Ini bukan berarti saya
rajin belanja.
Sebagian
paket itu adalah titipan teman karena memanfaatkan voucher saya. Soal berbagi
voucher, saya cukup bermurah hati untuk memberikan secara cuma-cuma. Ini juga
salah satu strategi mengontrol jiwa shopping
saya yang meronta-ronta. Sisi lainnya, kami mutualisme, kan? Jumlah check out saya meningkat dan para
penumpang member loyalty juga
mendapat harga murah untuk berbelanja.
Kecanduan
belanja daring mulai saya rasakan ketika masih kuliah di China. Bayangkan
bagaimana Taobao yang dimiliki sepenuhnya oleh Jack Ma itu terus menerus
memaksa kami para mahasiswa rebahan untuk belanja tanpa berpindah. Diskon dan
gratis ongkir. Nikmat apa yang kami abaikan selama kuliah di sana? Mau
pengiriman dari mana pun, tanpa minimal belanja, semuanya pre tek tok (kata orang Aceh).
Saya
pernah membeli sebuah buku tulis seharga empat yuan atau sekitar delapan ribuan
dan diantar ke asrama gratis. Tanpa ongkir. Yes, TAN-PA-ONG-KIR. Kualitasnya
pun bagus dan membuat saya beli lagi dan lagi untuk stok semester depan.
Akhirnya bukan Cuma stok semester depan, masih bisa dipakai sampai tahun depan,
kok.
Penggunaan
e-commerce orens untuk belanja baru saya lakukan di akhir tahun 2017. Waktu itu
saya membeli pakaian bayi. Tidak ada yang menemani ke pasar. Saya pun dengan
perut sudah membesar tidak leluasa keluar masuk toko yang sempit. Tidak nyaman
sekali. berdua dengan suami, kami memutuskan semuanya membeli daring dari toko
dan merek rekomendasi. Meskipun banyak sekali emak-emak yang lebih senior yang
menentang dengan alasan kualitas.
Waktu
itu belanja daring belum sepopuler sekarang. Orang-orang masih ragu membeli di
e-commerce karena level kredibilitasnya juga masih rendah. Ongkos kirim yang
lumayan nyekik juga menjadi
pertimbangan. Beda dengan sekarang ongkir bisa ditutupi dengan berbagai macam
cara.
Sejak
tahun 2017 hingga awal tahun 2022, jumlah belanjaan saya di e-commerce ini
hampir melewati angka dua puluh jutaan. Angka yang membuat miris dan pengen nangis. Etapi itu bukan semuanya
uang saya. Sebagian besarnya juga punya teman-teman yang tidak pakai Shopee dan
ingin berbelanja dengan perantara e-commerce ini. Si orens dengan baik hati
pula mengabarkan total penghematan saya yang sudah jutaan itu.
Beberapa
hari lalu, setelah melakukan total tujuh kali check out di hari konsumen, si orens memberi tahu bahwa saya sudah
mempertahankan shopee loyalty saya di
level gold dan perlu meningkatkan ke
platinum. Hanya dengan 55 kali check out lagi,
saya akan naik ke level itu.
Sekali
lagi, ini adalah strategi komunikasi bisnis yang dilakukan oleh si orens untuk
menggoda para emak berbelanja sekaligus mempertahankan gengsi. Kok gengsi? Iya, bukankah ada sebuah kepuasaan saat
bisa berbelanja produk yang diinginkan dengan subsidi lebih banyak, voucher
lebih banyak, dan keuntungan berlipat ganda?
0 Komentar