Kehadiran sosial media bukan saja memberikan kemudahan setiap penggunanya dalam menghapus jarak dalam bekomunikasi. Lebih dari itu, sosial media juga menjadi tempat berbagai aksi dilakukan. Baik itu sesuatu yang baik ataupun sesuatu yang buruk. Isu tentang radikalisme salah satu yang tersembunyi dalam interaksi sosial media.
Salah satu bentuk radikalisme adalah tindakan terorisme. [Photo: Pexels] |
Isu
radikalimes yang disebarkan melalui sosial media tidak bisa dibendung begitu
saja. Ada yang dikonfrontasi secara terang-terangan, ada yang disampaikan
dengan cara halus dan lembut sehingga pengguna sosial media tidak terasa sedang
mendapatkan doktrik tentang radikalisme.
Secara
etimologi, radikalisme berasal dari kata radix
yang berarti bertindak radikal. Bisa juga diartikan dengan sampai ke
akar-akarnya. Sedangkan radikalisme dapat diartikan sebagai suatu siakp atau
posisi yang mendambakan perubahan terhadap status quo dengan jalan
mengahncurkan secara total dan menggantinya dengan sesuatu yang baru dan yang
sama sekali berbeda.
Isu
radikalisme kerap dikaitkan dengan isu agama Islam dan terorisme. Meskipun
pelakunya bukan beragama Islam, tetapi pelakunya menghubung-hubungkan tindakan
dengan Islam. Ini pula yang menyebabkan radikalisme dikaitkan erat dengan aksi
terorisme.
Dipandang
dari perspektif sosiologis, pemicu radikalisme adalah krisis identitas yang
menimpa generasi muda, ketergoncangan moral, perbedaan ideologi, dan jaringan
sosial. Selain perspektif sosiologis, penyebab lahirnya radikalisme juga bisa
ditinjau dari sisi ekonomi. Adanya kesenjangan ekonomi akan menimbulkan
kecemburuan sosial di masyarakat yang menyebabkan terjadinya aksi radikalisme.
Agama
yang dipandang sebagai kekuatan masyarkat dinyatakan sebagai fenomena
radiakalisme. Menariknya, fenomena radikalisme justru mudah diterima di
kalangan generasi muda. Indikasinya karena perkembangan teknologi yang semakin
cepat di masyarakat. Berbicara tentang teknologi pun erat kaitanya dengan
generasi muda.
Perkembangan
teknologi saat ini merupakan sarana untuk generasi muda dalam melakukan aksi.
Media internet terkadang digunakan sebagai alat propaganda, membangun jaringan,
mengkomunikasikan antar jaringan, dan sarana rekrutmen baru dari sel-sel
terorisme.
Pada
tahun 1997, Barry Collin mengemukakan istilah cyberterrorism. Menurutnya, media internet memiliki peran yang
sangat signifikan bagi kelompok radikal. Penggunaan media sosial sebagai media
untuk menyebarkan isu terorisme sudah terjadi sejak lama. Umumnya cyberterrorism dilakukan oleh pemuda
18-25 tahun yang kerap menggunakan media sosial sebagai media informasi.
Sama
halnya seperti trend ISIS yang sempat terjangkit di Indonesia. Para pemuda di
baiat oleh ISIS melalui media sosial. Trend penggunaan sosial media memudahkan
para pelaku radikalisme dan terorisme dalam melakukan perekrutan, propaganda,
dan penyebaran ideologi.
Menurut
Inayah Wahid, pemerhati sosial dan pegiat Wahid Institute, kaum radikal lebih
banyak menghabiskan waktu di internet. Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh
tim khusus radikalisme online, kaum radikal memang mendedikasikan waktu khusus
untuk berada di internet dan menggunakan media sosial.
Kecerdasan
yang dimiliki oleh kaum radikal dalam menyebarkan doktrinnya akan sangat mudah
diterima oleh masyarakat Indonesia. Terlebih lagi masyarakat Indonesia tidak
terlalu suka menggali kebenaran dari informasi yang diterima.
Salah
satu aspek yang dapat dilakukan untuk mencegah radikalisme di dunia maya adalah
kemampuan masyarakat dan pemerintah dalam kontra opini atas informasi dan
propaganda kelompok radikal di sosial media. Dalam pengawasan sosial media,
pemerintah juga perlu mengadakan patroli siber yang bertujuan untuk mencegah
dan menghambat penyebaran aksi radikalisme semakin cepat tersebar di dalam
masyarakat pengguna sosial media.
Referensi
Ahmad
Zamzamy, Menyoal Radikalisme di Media
Digital, Dakwatuna: Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam
Andang
Sunarto, Dampak Media Sosial Terhadap
Paham Radikalisme, Nuansa, Vol. X, Vol. 2, Desember 2017.
Monique
Anastasia Tindage, Penegakan Kontra
Radikalisme Melalui Media Sosial Oleh Pemerintah Dalam Menangkal Radikalisme, Jurnal
Hukum Magnum Opus, Vol. II, No. 2, Februari 2019.
0 Komentar