Kali ini perjaanan kami diubah arah oleh abi. Awalnya kami akan berencana untuk liburan ke Takengon. Pulang ke kampung halaman ummi untuk menengok misyik. Beruntungnya, ummi mendapatkan panggilan negara untuk kelanjutan ujian bulan November silam. Akhirnya ummi dan abi langsung cus ke kota Sufi dengan menumpang mini bus ber-AC.
Ya, masalahnya adalah AC. Ummi tidak bisa terkena AC. Tidak heran, ummi langsung tepar dan muntah-muntah sepanjang perjalanan. Isi perut ummi keluar semua. Untunglah penumpang di dalam moil hanya satu orang saja selain ummi. Lelaki dewasa berasal dari Lhokseumawe yang juga mendapatkan panggilan negara. Sama seperti ummi.
Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh [Photo: Search by Google] |
Alexa baru tahu jika tsunami yang meluluh lantakkan Aceh belasan tahun silam bukan saja menyisakan cerita panjang. Tsunami juga menyisakan bukti sejarah di tengah lautan. Laut sudah menjorok ke daratan. Kata para supir, dulunya percikan ombak bisa dirasakan oleh para penumpang. Sekarang Alexa hanya bisa memandangi indahnya pantai berpasir putih ari jarak yang tidak begitu jauh. Tapi tidak pula dekat.
Ummi masuk angin. Ini jelas sekali. Perut ummi sering kosong dan kelelahan. Ummi sibuk mempersiapkan ini dan itu, terkadang lupa terlewatkan makan. Sampai malam di hari keberangkatan, ummi masih empersiapkan portofolio untuk dibawa ke Kota Meulaboh. Ummi sangat lelah. Semoga Allah memberikan hasil terbaik untuk ummi.
Selama perjalanan, hanya abi yang terus menerus memegang Alexa. Menggendong Alexa sepanjang perjalanan. Membuatkan susu, meninabobokan, juga bermain dengan Alexa ketika mobil berhenti untuk istirahat.
Ummi? Tepar!
Bagi Alexa, perjalanan menuju kota sufi adalah perjalanan paling berkesan. Untuk kesenangan dan rekomendasi lainnya bisa klik di menu Oliverial. Ummi akan menulis banyak di sana. Jangan heran, ya. Bagaimana ummi yang tepar sampai Meulaboh masih sempat menuliskan ide untuk traveloguenya. Itulah ummi Alexa. Selalu sadar dan siap ketika berbicara tentang writing is healing.
0 Komentar