[Photo: Ulfa Khairina] |
💖💖💖
“Kak, Awan memanggilmu lagi? Akhir-akhir ini dia
begitu kesepian. Terkadang dia membaca mantra di belakang rumah kita.”
“Apa yang salah dengan membaca mantra? Kudengar orang
Gayo memiliki tradisi itu ketika..”
“Kak Tania, dengar! Ini mantra yang tidak wajar.”
“Apapun yang terjadi, percayalah kalau apa yang
kita lihat ini tidak seperti yang kita pikirkan,” kataku sambil mengintip dari balik jendela.
Di seberang sana, Awan bernyanyi. Orang Gayo
memang memiliki darah seni. Suara mereka merdu ketika berdendang.
Sayup-sayup aku mendengar suara asing seperti
mengikuti suara Awan.
Bismillah.
Siti
kewe.
Kunikahen
ko orom kuyu.
Wih
kin walimu.
Tanoh
kin saksimu.
Lo
kin saksi kalammu.
💖💖💖
Oleh teungku
gampong, jasad ibu diperintahkan untuk dibawa pulang dan digantikan kain
kafan baru. “Supaya dapat dikebumikan kembali,” katanya. Kami tak membantah dan
melakukan saja perintah itu seraya terus menerus berkomat-kamit melafalkan doa.
Tiba-tiba, seorang warga menarik tangan dan
menggiringku tubuhku ke sisi pagar kompleks pemakaman. Ia membisikkan sebuah
tanya, tentang amalan apa yang dilakukan ibu semasa hidup. Aku tak mampu
menjawab detail pertanyaan itu. Lidahku kelu. Ini sangat pribadi. Tidak mungkin
bisa kujawab pasti.
0 Komentar