Mesjid
Raya Baiturrahman yang berlokasi di kota Banda Aceh kini semakin bersolek ala
masjid di Madinah. Payungnya pun dibuat sama seperti payung masjid Nabawi.
Indah sudah pasti. Pengunjung masjid raya pun semakin hari semakin membludak.
Terlepas dari kesadaran mereka untuk membuka sandal ketika masuk ke area
masjid.
Pada
tanggal 13 Mei 2017, pembukaan payung masjid raya secara resmi disahan oleh
wakil presiden Jusuf Kalla. Saya tidak akan membahas apa saja yang menarik dari
pembukaannya. Ada tiga alasan utama untuk menjawab. Pertama, saya tidak berada
di lokasi. Kedua, saya bukan panitia. Ketiga, saya sedang tidak menulis berita straight news.
Kita berdua kelihatan luar biasa terpesona pada wajah baru MRB. [Photo: Koleksi Pribadi] |
Pagi
itu seperti biasanya saya dan laogong menuju
kampus dari Indrapuri melewati jalan Blang Bintang. Jalan ke arah bandara
internasional Sultan Iskandar Muda. Sepanjang jalan utama dijaga oleh pihak
kepolisian. Setiap radius lima puluh kilometer, dua atau tiga polisi sudah
berdiri dengan gagahnya.
“Siapa
yang datang, ya?” tanya laogong lebih
kepada dirinya sendiri.
“Kalau
mereka ada di sepanjang jalan, berarti ada orang penting datang,” timpal saya
sekenanya. Tidak bertujuan untuk menjawab pertanyaannya.
Sepanjang
perjalanan pun beberapa mobil pribadi melintas dari arah bandara. Tidak
berombongan. Persis jika suatu even besar akan dilaksanakan di Banda Aceh.
Perbincangan kami terhenti hanya di topic itu. Tidak ada topic lain sampai
mendekati halte Trans Kutaradja. Dengan menumpang bus Trans Kutaradja,
perjalanan dilanjutkan ke pustaka wilayah. Bukan untuk belajar atau melakukan
penelitian layaknya para dosen. Saya ingin melanjutkan menulis dan menskedulkan
blog untuk diterbitkan.
Di mata saya, menara MRB ini semiring menara pisa. [Photo: Ulfa Khairina] |
Di
dalam bus, Radio Assalam sedang live dari masjid Raya Baiturrahman. Asmadi yang
menyiarkan langsung dari studio Radio Assalam Fakultas Dakwah dan Nanda Putri
melaporkan langsung dari MRB. Saya kenal keduanya. Satu mahasiswa tingkat akhir
dari Aceh Selatan, satunya lagi mahasiswa saya asal Indrapuri. Baru di dalam
bus saya tahu ada pembukaan payung MRB secara resmi.
Siangnya
saya bertemu dengan Mila Zarni, alumni Fakultas Dakwah. Kami berbincang di
Coffee Cho dan membahas beberapa hal sekaligus. Mulai dari nge-blog, pertemuan
kami sampai menceramahi dia secara pribadi. Dia juga membahas soal kedatangan
JK ke Aceh.
“Orang
pikir JK datang pagi ini, semua bersiap. Padahal JK sudah tiba sejak semalam
dan lagi nyaman di hotelnya,” ceritanya. Barulah saya tahu lagi kalau JK sudah
tiba dan para petugas yang berjaga di sepanjang jalan dari arah bandara
terkantuk-kantuk saja mengamati jalanan lalu lintas.
Sorenya
saya dan laogong membeli bingkisan
untuk sepupu nikah di Istana Kado, tepat di arah selatan MRB. Sepulang dari
membeli kado, kami tidak langsung pulang. Laogong
dengan romantic tak terprediksikan sebelumnya langsung menarik saya ke arah masjid raya.
Sudah pantas dengan julukan 'Kota Serambi Mekkah' [Photo: Ulfa Khairina] |
“Hari
ini payung MRB dibuka,” katanya. Kami berjalan masuk ke dalam MRB. Indah
sekali, nyaman dan terasa adem sekali. banyak orang yang berfoto-foto. Selfi
ataupun menggunakan jasa fotografer. Kondisi wah segera saya kenali sebagai
kemewahan MRB sekarang.
Satu
hal yang saya tidak perhatikan. Apakah pohon bersejarah tempat ditembaknya
Snouck Houranje di depan MRB masih ada? Jika tidak ada, artinya keindahan MRB
yang katanya dipugar ini salah satu bentuk pemusnahan sejarah.
0 Komentar